Kominfo Kaji Aturan Paksa WhatsApp hingga TikTok Buat Pusat Data di RI

Desy Setyowati
13 Juni 2024, 12:26
Kominfo, tiktok, whatsapp, instagram, facebook,
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Menkominfo Budi Arie Setiadi menyampaikan paparan dalam konferensi pers Awas Hoaks Pemilu di Jakarta, Jumat (27/10/2023).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Kominfo atau Kementerian Komunikasi dan Informatika mengkaji aturan yang memaksa perusahaan teknologi seperti Instagram, Facebook, WhatsApp hingga TikTok membuat pusat data alias data center di Indonesia.

TikTok tercatat memiliki data center di Singapura dan Malaysia. Sementara itu, Facebook, Instagram, dan WhatsApp mempunyai pusat data di Amerika Serikat, Irlandia, Denmark, dan Singapura.

Over the top atau OTT perlu diatur. Kominfo dan DPR perlu berdiskusi khusus mengenai kedaulatan data di Indonesia, termasuk bagaimana memindahkan pusat data mereka ke Indonesia,” ujar Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi dalam rapat kerja bersama komisi I DPR RI di Gedung DPR, Jakarta, Senin (0/6).

Hal itu ia sampaikan ketika Komisi I DPR mempertanyakan keamanan data pengguna yang memakai layanan Starlink. Budi menyampaikan bahwa layanan over the top seperti WhatsApp, Telegram, iMessage, YouTube, dan sejenisnya sebenarnya lebih perlu diatur, karena jumlah penggunanya di Indonesia cukup besar.

Rincian jumlah pengguna media sosial di Indonesia sebagai berikut:

“Jadi, jika berbicara mengenai kedaulatan data, ada 250 juta orang Indonesia yang memakai WhatsApp. Starlink paling baru dipakai 1.000 sampai 2.000 orang," kata Budi.

Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi pernah menyampaikan, perlu ada regulasi terkait layanan over-the-top. Menurut dia, industri telekomunikasi di Indonesia mengalami disrupsi cukup dalam seiring hadirnya layanan OTT.

Dia mencontohkan turunnya trafik layanan SMS atau panggilan suara seluler yang kini digantikan oleh penyedia layanan OTT seperti WhatsApp atau Telegram.

Perubahan itu berdampak kepada posisi operator telekomunikasi yang sekarang cenderung menjadi penyedia infrastruktur tanpa mendapatkan manfaat finansial yang sebanding.

Selain itu, perusahaan OTT belum dikenakan pungutan untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP. Padahal, potensi pemasukan negara dari pungutan terhadap penyedia layanan over the top sangat besar.

Oleh karena itu, dia menilai pentingnya pengaturan terhadap layanan OTT untuk memastikan adanya keseimbangan dan berkelanjutan di antara pelaku industri telekomunikasi dan OTT.

Reporter: Antara

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...