Produksi Padi RI Terancam Anjlok 1,9 Juta Ton Imbas Perubahan Iklim

Tia Dwitiani Komalasari
24 Maret 2024, 12:52
Foto aerial sejumlah petani memanen tanaman padi yang rusak setelah terendam banjir lebih dari sepuluh hari di Desa Cangkring B Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Jumat (23/2/2024).
ANTARA FOTO/Aji Styawan/aww.
Foto aerial sejumlah petani memanen tanaman padi yang rusak setelah terendam banjir lebih dari sepuluh hari di Desa Cangkring B Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Jumat (23/2/2024).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Produksi padi di Indonesia terancam anjlok  sebesar 1,13 juta ton-1,89 juta ton  akibat perubahan iklim, berdasarkan data yang dirilis Bappenas. Sebanyak 2.256 hektar sawah pun terancam kekeringan.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Dwikorita Karnawati mengatakan perubahan iklim harus mendapat perhatian serius karena mengancam keberlangsungan kehidupan umat manusia.

"Persoalan ini (perubahan iklim-red) tidak dapat diselesaikan hanya melalui pertemuan, seminar, dan meeting," ungkap Dwikorita Karnawati dalam peringatan Hari Meteorologi Dunia ke-74 di Jakarta, Sabtu (23/3/2024).

Dwikorita menyebut perubahan iklim mencakup berbagai aspek, termasuk peningkatan suhu global, perubahan pola curah hujan, kenaikan permukaan air laut, serta dampaknya terhadap lingkungan dan manusia.

Perubahan iklim saat ini, lanjut Dwikorita, telah mendekati batas yang disepakati bersama pada Perjanjian Paris COP21 pada 12 Desember 2015. Saat itu, seluruh dunia bersepakat harus membatasi kenaikan suhu rata-rata global di angka 1,5 °C pada 2030.

Namun faktanya, saat ini kenaikan suhu melaju lebih cepat dan sudah mencapai kenaikan 1,45°C di atas suhu rata-rata di masa pra-industri.

Ketahanan Pangan Terancam

Dalam kesempatan tersebut, Dwikorita juga menegaskan pentingnya menjaga ketahanan air. Menurutnya, jika ketahanan air melemah maka akan berdampak serius pada banyak hal diantaranya ketahanan pangan dan ketahanan energi Indonesia.

Apabila terus berlanjut, maka akan memicu terjadinya konflik yang berimplikasi terhadap stabilitas ekonomi, politik, dan keamanan.

"Jumlah penduduk terus meningkat sehingga di waktu bersamaan kebutuhan air juga ikut meningkat. Apabila ini (air-red) tidak dikelola dengan baik maka dampak buruknya akan sangat serius," tuturnya.

Berdasarkan data yang dirilis Bappenas, perubahan iklim berpotensi menurunkan produksi padi Indonesia sebesar 1,13 juta ton-1,89 juta ton. Lahan pertanian seluas 2.256 hektar sawah pun terancam kekeringan. D

Di sisi lain, kondisi ketahanan pangan Indonesia, yang dilihat dari tingkat konsumsi pangan rumah tangga, juga membutuhkan perhatian. Angka prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan Prevalence of Undernourishment (PoU) pada 2022 meningkat menjadi 10,21 persen dari 8,49 persen pada 2021.

Apabila situasi ini tidak mendapatkan perhatian serius, tambah dia, maka ramalan The Food and Agriculture Organization (FAO) atau Badan Pangan dan Pertanian Dunia mengenai krisis pangan global dan bencana kelaparan di 2050 dapat menjadi kenyataan.

Sementara itu, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan bahwa WMO mencatat bahwa tahun 2023 menjadi tahun dengan pernuh rekor temperatur. Diantaranya adalah sepanjang Juni-Agustus menjadi 3 bulan terpanas sepanjang sejarah serta gelombang panas (heatwave) terjadi di banyak tempat secara bersamaan.

"Perubahan iklim memberikan tekanan tambahan pada sumber daya air yang sudah semakin langka dan menghasilkan apa yang dikenal sebagai water hotspot," imbuhnya.

Melihat berbagai persoalan tersebut, Ardhasena berharap isu dampak perubahan iklim dapat semakin mengemuka dan menjadi perhatian serius seluruh masyarakat dan stakeholder terkait. Menurutnya, perubahan iklim dan semakin parahnya fenomena anomali iklim menuntut transformasi pengendalian dampak yang relevan dan radikal.

Selain terus membangun dan meningkatkan kesadaran publik akan dampak perubahan iklim, BMKG juga terus melakukan pengembangan dan pembangunan sistem peringatan dini multibahaya yang efektif. Dia berharap para pemangku kebijakan dari level pusat hingga daerah terus meningkatkan kewaspadaan dan menerapkan early warning system yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir.

"Dengan demikian, ancaman bencana dapat diminimalisir dan diantisipasi semaksimal mungkin," ujarnya.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...