Bahaya Perluasan Lahan Sawit, Memicu Emisi hingga Kekeringan
Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk memperluas lahan sawit akan memicu peningkatan emisi dan membuat Indonesia semakin jauh dari cita-cita transisi energi. Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, mengatakan pembukaan hutan dengan alasan apapun, termasuk untuk swasembada pangan dan energi nasional, akan sangat berbahaya dan merugikan.
“Pembukaan lahan hutan akan melepaskan emisi karbon dan semakin memperparah krisis iklim yang sudah terjadi," ujar Iqbal dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (7/1).
Iqbal mengatakan, ancaman kekeringan, banjir, dan kebakaran hutan akan semakin tinggi bilamana pemerintah tetap teguh dengan rencana membuka hutan untuk lahan perkebunan kelapa sawit.
"Artinya upaya membuka hutan dengan alasan ketahanan pangan, energi, dan sumber air adalah alasan yang dibuat-buat, ini semata-mata hanya akan menguntungkan segelintir orang dari industri kelapa sawit,” ujarnya.
Selain itu, aksi ini juga bertentangan dengan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi dan turut berkontribusi dalam menurunkan suhu bumi, sesuai dengan Perjanjian Paris yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang No 6 Tahun 2016.
Lebih Besar dari Alokasi Hutan Produksi Konversi
Sementara itu, Manajer Kampanye Bioenergi Trend Asia, Amalya Reza Oktaviani, mengatakan rencana perluasan lahan untuk pangan dan energi seluas 20 juta hektare jauh lebih besar dari yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 7/2021. Beleid ini mengalokasikan 12,8 juta ha hutan produksi konversi (HPK) sebagai cadangan energi dan pangan.
"Padahal, pembukaan hutan alam seluas 4,5 juta ha saja untuk lahan energi atau pangan, akan melepaskan sebesar 2,59 miliar ton emisi karbon," ujarnya
Amalya mengatakan, kondisi tersebut menunjukkan betapa pemerintah tidak punya komitmen reforestasi dan rehabilitasi hutan alam. Padahal di tengah ancaman krisis iklim, kita tidak punya kemewahan untuk melakukan deforestasi.
"Kementerian Kehutanan punya PR untuk menuntaskan tata batas kawasan hutan. Jangan bicara soal perluasan sawit tidak akan menimbulkan deforestasi, kalau tata batas dan tata kelola kawasan hutan kita belum beres,” ucapnya.
Policy Strategist CERAH, Sartika Nur Shalati, mengatakan, deforestasi bukan sekadar hilangnya hutan dan naiknya emisi, lingkungan Indonesia juga akan semakin rusak.
“Pernyataan Presiden Prabowo yang menyebutkan sawit tidak akan menyebabkan deforestasi adalah pernyataan yang keliru, karena sawit bersifat monokultur yang akan menghancurkan fungsi hutan sebagai ekosistem alami bagi keanekaragaman hayati, merusak tanah, dan sistem hidrologi,” ujar Sartika.
Dia mengatakan, perluasan lahan sawit juga akan mengancam lahan gambut yang berkontribusi sebagai penyerap emisi karbon alami. Padahal, luas ekosistem gambut Indonesia mencapai 24,66 juta ha, salah satu yang terluas di dunia.
Dengan sekitar 3 juta hektare atau sebesar 19% perkebunan sawit berada di wilayah gambut, perluasannya akan menyebabkan lahan gambut kering dan meningkatkan potensi terjadinya kebakaran pada musim kemarau.
"Ujungnya, emisi Indonesia akan meningkat," ucapnya.