Meramu Tarif Pajak Karbon yang Ideal untuk Indonesia

Image title
24 Maret 2021, 15:01
emisi karbon, perubahan iklim, oecd, pltu, carbon trading, pajak karbon
123rf.com/Aleksandr Papichev
Ilustrasi. OECD merekomendasikan agar pemerintah Indonesia segera menetapkan tarif pajak karbon.

"Saya kira Indonesia bisa mulai dengan kisaran harga ini dan dinaikkan dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi ekonomi dan pasar," ujarnya.

Hambatan penerapan pajak karbon itu, menurut dia, adalah kesiapan pelaku pasar domestik dan konsistensi kebijakannya. Indonesia masih lemah dalam hal pengawasan dan pemberian sanksi. “Legislasinya perlu diperkuat. Kalau perlu dalam bentuk undang-undang,” kata Fabby.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira mengatakan penerapan pajak karbon merupakan hal yang positif. Namun, perlu peninjauan kembali sasarannya.

Jangan sampai pemerintah mengulangi kesalahan Prancis. Pajak karbon di sana memicu kemarahan sopir truk karena berdampak pada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Ia mengusulkan agar penerapan pajak karbon ditujukan pertama kali ke konsumsi mobil di atas 2.500. Dari sini, barulah diperluas ke produk dan industri lain. “Karena kelas menengah atas akan lebih mudah bergeser dari mobil cc besar ke kenaraan listrik,” ujar Bhima.

Emisi karbon
Ilustrasi emisi karbon. (Arief Kamaludin (Katadata))

Pajak Karbon Sulit Terealisasi di Indonesia

Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Maxensius Tri Sambodo menilai pajak karbon masih akan sulit diterapkan di Indonesia. Dukungan politik dan juga ekonomi belum ke arah sana. 

Hal yang paling mungkin dilakukan adalah mengejar target bauran energi baru terbarukan atau EBT sebesar 23% di 2025. "Kita juga punya peluang besar untuk mendorong energy efficiency,” katanya.

Hingga akhir 2020, porsi energi baru dan terbarukan di Indonesia baru mencapai 11,51%. Sedangkan, dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024, peran energi baru dan terbarukan di 2020 seharusnya mencapai 13,4%. 

Target bauran energi pada 2025 adalah 23%. Bercermin pada pengalaman lima tahun terakhir, angka itu menjadi sangat ambisius.

Transisi pembangunan rendah karbon bukan hal yang mudah. Selama ini, pembangkit dari batu bara memberikan harga jual paling murah dibandingkan pembangkit EBT. 

Pemerintah berkepentingan untuk tetap menjaga agar harga listrik terjangkau masyarakat. Hal ini juga penting untuk menjaga subsidi listrik secara bertahap dapat diturunkan. 

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet mengatakan penerapan pajak karbon, secara teori, menjadi salah satu solusi yang bisa diterapkan untuk menekan kenaikan emisi gas rumah kaca.

Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penerapannya. Pemerintah seharusnya peduli terhadap efek dan biaya kebijakan dari penerapan pajak karbon. 

Efek negatifnya, misalnya, peningkatan pengangguran karena potensi peningkatan biaya listrik yang lebih mahal. Belum lagi pada sektor pertambangan yang pasti berdampak pada kebijakan pajak karbon, seperti yang terjadi di Australia. 

Hal lain adalah analisis cost-benefit. Australia melakukan analisis ini hanya dari sudut pajak karbon saja dan belum melihat dari berbagai pilihan, misalnya opsi mempertahankan kondisi eksisting.

Pelajaran lain dari Negeri Kanguru adalah penerapan pajak karbon di level rumah tangga. Pemerintah di sana memberikan kompensasi pada beberapa wajib pajak. "Ini tentu akan menjadi tantangan bagi Indonesia dengan rasio pajak yang relatif masih rendah," ujarnya.

Yang tak kalah penting, pajak karbon sulit direalisasikan jika tidak ada dukungan kuat dari sisi politik. Jika dilihat dari penurunan emisi karbon di Australia, maka tidak mudah bagi pemerintah Indonesia untuk mencari titik tengah tantangan dan manfaat pajak karbon tersebut. 

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...