Tingginya Harga Minyak Bisa Jadi Momentum Untuk Rampungkan UU EBT
Perang Rusia dan Ukraina dinilai sebagai penyebab naiknya harga minyak dunia. Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto, menyebut ini bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk mendorong transisi energi menuju energi baru dan terbarukan (EBT).
Sehingga penyelesaian Rancangan Undang-Undang (RUU) EBT bisa dikebut. Pri mengatakan bahwa di lingkup Asia Tenggara, sejumlah negara seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia telah memiliki UU EBT.
“Pemanfaatan EBT di Indonesia baru sekitar 2,82%. Ini lebih rendah daripada negara-negara ASEAN dengan rata-rata pemanfaatan EBT sekitar 10% dari total potensinya,” kata Pri Agung kepada Katadata.co.id, Selasa (22/3).
Sebagai informasi, mengutip Bloomberg harga minyak terus meningkat. Harga minyak mentah acuan Brent mencapai US$ 115,25 per barel, sedangkan minyak Amerika Serikat (AS) West Texas Intermediate (WTI) berada di level US$ 111 per barel.
Oleh karena itu pemerintah dinilai harus menyiapkan kebijakan untuk meminimalkan dampak kenaikan harga minyak sekaligus menjadi momentum untuk merealisasikan kebjikan transisi energi dengan mendorong pengembangan dan pemanfaatan EBT.
Lebih lanjut, penyelesaian RUU EBT menjadi salah satu ketentuan dalam mengatur pengembangan EBT di Indonesia. Nantinya, UU EBT diharapkan memberikan kepastian hukum bagi investor dan kemudahan perizinan untuk menanamkan modalnya di tanah air.
Hasil riset ReforMiner mencatat, ada enam potensi EBT yang bisa dimanfaatkan di Indonesia. Mereka terdiri dari energi panas bumi yang memiliki potensi sebesar 29.544 megawatt (MW), energi hidro 75.091 MW, dan surya 207.898 MW. Selain itu, ada juga potensi Bionergi 32.654 MW, bayu 60.647 MW, dan gelombang laut 17.989 MW.
Sementara itu, Komisi VII DPR menargetkan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) rampung pada kuartal ketiga tahun 2022 setelah selesai diharmonisasi oleh Badan Legislasi (Baleg).
Adapun salah satu hasil dari harmonisasi tersebut yaitu memisahkan antara energi baru dengan energi terbarukan sehingga namanya menjadi RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno, mengatakan progres RUU ini sudah melalui tahap harmonisasi atau memberi penjelasan kembali kepada Badan Legislasi (Baleg). Setelah itu, apabila sudah dicapai kesepakatan tahap 1, RUU ini akan dibawa ke rapat paripurna untuk diajukan kepada pemerintah.
“Kami berharap dalam dua masa sidang bisa selesai. Kuartal ketiga tahun ini. Nah segera setelah RUU EBET sudah diajukan dan diputuskan oleh paripurna sebagai RUU dari DPR. Setelahnya Komisi VII tinggal menunggu dari pemerintah untuk membahas RUU tersebut,” kata Eddy kepada Katadata.co.id, Senin (21/3).