Sudah Diteken Jokowi, Perpres Tarif EBT Terbit Minggu Ini

Happy Fajrian
14 September 2022, 13:17
kementerian esdm, perpres ebt, energi baru terbarukan
ANTARA/Galih Pradipta
Pekerja memeriksa panel listrik tenaga surya di atap Masjid Istiqlal di Jakarta, Kamis, 3 September 2020.

Kementerian ESDM mengungkapkan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) tentang tarif listrik energi baru terbarukan (EBT) akan terbit pekan ini. Perpres ini dinilai dapat memberikan kepastian hukum untuk mendorong investasi di sektor ini.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengatakan bahwa saat ini perpres tersebut sudah diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Minggu ini terbit secara formal. Saya dengar ditandatanganinya sudah, tapi formalitasnya belum," ujarnya di Jakarta, Rabu (14/9).

Dadan mengaku belum mendapatkan draf terakhir yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Namun dia membeberkan salah satu aturan dalam perpres tersebut akan mendorong proyek panas bumi dan meningkatkan keekonomiannya.

“Ini secara khusus untuk panas bumi, akan mendapatkan manfaatnya. Terutama untuk proyek-proyek panas bumi di Pulau Jawa yang bpp (biaya pokok penyediaan)-nya sudah sangat rendah, disini diberikan ceiling agar keekonomiannya bisa masuk, khusus untuk Jawa,“ ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, lambatnya penerbitan perpres tentang tarif listrik EBT menjadi salah satu faktor penghambat investasi di sektor EBTKE. Dadan mengatakan bahwa hingga semester I tahun ini, investasi di sektor EBTKE baru mencapai US$ 0,58 miliar atau 14% dari target sebesar US$ 3,98 miliar.

Menurut Dadan target investasi EBT US$ 3,98 miliar ditetapkan dengan asumsi perpres tarif EBT sudah disahkan pada awal tahun.

“Kami mengasumsikan dulu bahwa (target investasi) US$ 3,98 miliar ini basisnya adalah Perpres tentang tarif EBT bisa keluar di awal tahun 2022. Sehingga dari sisi realisasi sekarang baru di angka 14% atau US$ 0,58 miliar,” kata Dadan.

Beleid ini akan mengatur harga jual listrik EBT dengan tiga mekanisme. Perpres ini setidaknya akan mengatur harga jual listrik dengan mekanisme Feed In Tariff (FIT), Harga Patokan Tertinggi (HPT), dan harga kesepakatan tenaga listrik dari pembangkit peaker.

Pada September tahun lalu Dadan menyampaikan bahwa implementasi dari perpres EBT akan dilakukan secara bertahap. Dalam 10 tahun pertama harga listrik pembangkit EBT akan tinggi, baru setelah 10 tahun beroperasi tarif listrik akan turun.

"Nanti akan dilakukan secara staging (bertahap), harga awal lebih tinggi selama 10 tahun, kemudian turun," kata Dadan kepada Katadata.co.id, Kamis (30/9).

Berdasarkan data Kementerian ESDM, berikut beberapa tarif listrik yang masuk dalam draft Perpres harga EBT:

1. Pembangkit listrik tenaga air (PLTA):
PLTA <= (kurang dari sama dengan) 10 MW: FIT US$ 0,099 (9,9 sen dolar) per kWh
PLTA 10-50 MW: HPT US$ 0,08 (8 sen) per kWh
PLTA >= (lebih dari sama dengan) 100 MW: HPT US$ 0,068 (6,8 sen) per kWh
PLTA Peaker: negosiasi

2. Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS):
PLTS <= 10 MW: FIT US$ 0,1015 (10,15 sen) per kWh
PLTS >= 10 MW: HPT US$ 0,075 (7,5 sen) per kWh

3. Pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP):
PLTP 10-50 MW: HPT US$ 0,0892 (8,92 sen) per kWh
PLTP 50-100 MW: HPT US$ 0,0819 (8,19 sen) per kWh
PLTP >= 100 MW: HPT US$ 0,075 (7,5 sen) per kWh

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...