Jepang Kembangkan PLTB Terapung Lepas Pantai 45 GW hingga 2040

Ringkasan
- PT Trimegah Sekuritas memproyeksikan bahwa sektor batu bara akan mengalami kecerahan pada tahun 2025 karena adanya peningkatan permintaan dari negara-negara yang memasuki musim dingin, dan prospek saham di sektor ini bisa semakin meningkat jika pemerintah memutuskan untuk menurunkan tarif royalti batu bara.
- Emiten-emiten seperti PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI), dan PT Indika Energy Tbk (INDY) akan sangat diuntungkan jika pemerintah menurunkan tarif royalti batu bara, di mana royalti adalah pembayaran kepada pemerintah sebagai kompensasi untuk penambangan sumber daya mineral.
- Tarif royalti batu bara di Indonesia ditentukan berdasarkan harga batu bara acuan (HBA) dengan variasi tarif mulai dari 17% hingga 28% tergantung pada kisaran harga HBA. Beberapa emiten besar di sektor batu bara telah mengungkapkan harapan mereka agar pemerintah meninjau ulang dan potensial menurunkan tarif royalti untuk meringankan beban dan meningkatkan laba perusahaan.

Perusahaan-perusahaan Jepang bekerja sama untuk mempromosikan pengembangan pembangkit listrik tenaga angin atau bayu (PLTB) lepas pantai yang terapung.
Sekelompok perusahaan energi Jepang termasuk unit tenaga angin Mitsubishi, JERA, dan Tokyo Gas telah membentuk asosiasi untuk meningkatkan pengembangan ladang angin terapung lepas pantai dan bersama-sama menciptakan teknologi.
Jepang menargetkan untuk menjadi produsen tenaga angin lepas pantai yang besar, dan pemerintahnya menargetkan proyek sebesar 10 gigawatt (GW) pada tahun 2030 dan hingga 45 GW pada tahun 2040. Negara matahari terbit tersebut menilai energi angin lepas pantai sangat penting sebagai bagian dari upaya dekarbonisasi.
Kelompok yang terdiri dari 14 perusahaan tersebut mengatakan bahwa mereka telah membentuk Asosiasi Riset Teknologi Angin Lepas Pantai Terapung. Organisasi tersebut akan membantu untuk mewujudkan komersialisasi ladang angin terapung lepas pantai skala besar di wilayah yang luas dengan bersama-sama mengembangkan teknologi dan menciptakan standar internasional dengan organisasi luar negeri.
Tenaga angin terapung di lepas pantai dipandang sebagai cara untuk memastikan Jepang memiliki pasokan energi yang stabil dan berkelanjutan. "Pengembangannya juga akan merangsang perekonomian lokal dan mendorong industri Jepang", kata kelompok itu seperti dikutip dari Reuters, Senin (18/3).
Anggota lainnya yaitu unit energi Nippon Telegraph dan Telepon, Tohoku Electric Power, Kansai Electric Power dan unit tenaga angin Marubeni Corp.
Langkah ini terjadi ketika pemerintah Jepang pada minggu ini menyetujui rancangan amandemen undang-undang yang ada untuk memungkinkan pemasangan pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai di zona ekonomi eksklusif (ZEE). Ini merupakan sebuah tonggak sejarah menuju tujuan netralitas karbon negara tersebut. pada tahun 2050.
Undang-undang baru ini akan memungkinkan pembangkit listrik tenaga angin untuk dipasang lebih jauh ke laut dari perairan teritorial dan perairan internal saat ini. Pasalnya, ZEE adalah perairan non-teritorial di mana negara-negara maritim mengklaim hak eksplorasi mineral dan penangkapan ikan.
Berdasarkan data Ember Climate, Denmark tercatat sebagai negara yang paling banyak menggunakan PLTB dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Di posisi selanjutnya ada Uruguay dengan porsi PLTB dan PLTS sebesar 46,7%, diikuti Luksemburg 43,4%, Lithuania 36,9%, dan Spanyol 32,9%.
Negara pengguna PLTB dan PLTS terbesar masih didominasi oleh negara-negara Eropa. Adapun satu-satunya negara non-Eropa yang masuk ke daftar 10 teratas hanyalah Uruguay.
Secara global, pembangkit listrik tenaga angin dan surya menghasilkan 10,3% pasokan listrik dunia pada tahun 2021. Angka ini meningkat dari 9,3% pada tahun 2020.