PYC: Pengembangan Bioetanol Buka Peluang Diversifikasi Bahan Baku Pertanian

Ringkasan
- PT Thorcon Power Indonesia berencana membangun tujuh pembangkit listrik tenaga nuklir di Indonesia dengan tarif listrik yang diperkirakan setara dengan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batubara, menargetkan operasi pertama reaktor nuklir di Pulau Gelasa, Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2031, dengan investasi mencapai Rp 17 triliun.
- Konstruksi Thorcon Molten Salt Reactor (TSMR-500) akan dimulai di Korea Selatan pada tahun 2026. Setelah masa konstruksi, diharapkan pembangkit tersebut tiba di Indonesia pada 2028 dan mulai beroperasi pada 2031, menargetkan harga jual listrik ke PT PLN sekitar Rp 1.000 per kWh, yang dianggap setara dengan biaya produksi listrik dari PLTU batubara.
- Pembangunan PLTN di Indonesia dianggap perlu untuk mencapai target net zero emission pada tahun 2060, dengan meningkatnya kebutuhan listrik nasional dan keterbatasan potensi maksimal penggunaan energi terbarukan lainnya seperti air, panas bumi, dan bayu untuk meningkatkan konsumsi listrik per kapita yang diharapkan mencapai 5.000 kWh pada 2050, menunjuk pada potensi nuklir sebagai sumber energi bersih yang mampu beroperasi 24 jam.

Lembaga Think Tank Energi, Purnomo Yusgiantoro Center (PYC), menilai pengembangan bioetanol tidak hanya menjadi solusi energi, tetapi juga membuka peluang inovasi pada sektor pertanian. Inovasi tersebut melalui diversifikasi bahan baku, seperti sorgum dan mikroalga.
"Ini akan memastikan keberlanjutan tanpa mengganggu ketersediaan pangan nasional,” ujar Ketua Umum PYC, Filda Citra Yusgiantoro, dikutip dari keterangan tertulis, Senin (9/12).
Filda mengatakan pengembangan bioetanol di Indonesia merupakan langkah strategis untuk meningkatkan ketehanan energi dan pangan nasional. Indonesia harus melakukan akselerasi pemanfaatan bioetanol karena melimpahnya potensi bahan baku di beberapa wilayah di Indonesia.
Bioetanol adalah etanol yang diproduksi melalui fermentasi bahan organik dan digunakan sebagai bahan bakar alternatif dalam kendaraan bermotor.
Filda mengatakan pengembangan bioetanol juga dapat mendukung diversifikasi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia. Produksi bioetanol dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil serta memperkuat komitmen Indonesia terhadap energi yang lebih berkelanjutan.
13 Produsen Bioetanol
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Eniya Listiani Dewi, mengatakan Indonesia memliki potensi bioettanol untuk dijadikan bahan baku pendamping atau pengganti bahan bakar minyak (BBM).
Saat ini, terdapat 13 produsen bioetanol yang tersebar di 11 wilayah Indonesia dengan produksi mencapai 365 ribu kilo liter (kl) per tahun.
"Pada sekarang ini yang produksi bioetanol itu ada 13 produsen, di Medan, Lampung, Cirebon, Jogjakarta, Surakarta, Mojokerto, Jombang, Lamongan, Lumajang, Semarang, dan Bone," ujar Eniya saat dikonfirmasi Katadata, Senin (24/6).