Ingin Jadi Lembaga Verifikasi Bursa Karbon? Ini Syarat dan Biayanya
Badan Standardisasi Nasional menyebut sejumlah perusahaan sedang mengajukan akreditasi penghitungan gas rumah kaca (GRK) umum agar bisa berpartisipasi dalam penyelenggaraan bursa karbon.
Direktur Sistem dan Harmonisasi Akreditasi BSN Sugeng Raharjo mengatakan agar bisa menjadi lembaga validasi dan verifikasi (LVV) bursa karbon, perusahaan harus mengajukan akreditasi GRK umum. Proses ini biasanya berlangsung selama lima bulan. Salah satu tahapan yang harus dilewati yakni asesmen saat lembaga tersebut melakukan verifikasi penghitungan karbon secara langsung.
“Kalau biayanya sekitar Rp 5 juta untuk pendaftaran dan Rp 21 juta untuk asesmen verifikasi. Jadi tidak mahal kok,” katanya kepada Katadata, Rabu (30/8).
Sugeng menuturkan akreditasi GRK umum saja belum cukup untuk menjadi LVV bursa karbon. Pemegang akreditasi ini juga harus mengajukan perluasan akreditasi untuk skema Nilai Ekonomi Karbon (NEK) agar bisa mendaftar di Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI).
Menurut Sugeng, saat ini baru empat perusahaan yang sudah memiliki akreditasi GRK umum. Keempat perusahaan tersebut yakni PT Mutuagung Lestari Tbk, PT Sucofindo, PT TUV Rheinland Indonesia, dan PT TUV Nord Indonesia. Sejak awal Agustus lalu, keempat perusahaan ini sedang dalam proses pengajuan perluasan akreditasi untuk skema NEK.
“Kalau untuk perluasan ke skema NEK, prosesnya sekitar satu bulan. Mudah-mudahan di di akhir Agustus ini sudah ada yang bisa menjadi LVV bursa karbon,” katanya kepada Katadata, Rabu (30/8).
Menurut Sugeng, asesmen yang dilakukan pada 11-18 Agustus 2023 menghasilkan dua perusahaan di antaranya mencapai tahap sirkulir untuk pengambilan keputusan. Sementara itu, dua perusahaan lainnya masih menyelesaikan tindakan perbaikan.
Sugeng menuturkan sistem akreditasi lembaga validasi dan verifikasi (LVV) akan mendukung pengukuran, pelaporan, dan verifikasi dalam mekanisme perdagangan karbon. Akreditasi GRK untuk skema Nilai Ekonomi Karbon (NEK) juga akan memberikan keyakinan tinggi kepada semua pihak bahwa lembaga yang melakukan validasi atau verifikasi gas rumah kaca memiliki kompetensi, konsistensi dan imparsialitas sesuai dengan standar.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan akhirnya merilis Peraturan OJK (POJK) No.14/2023 soal bursa karbon. Beleid itu mendefinisikan unit karbon yang diperdagangkan di bursa sebagai efek. Ada dua jenis unit yang bisa diperdagangkan. Pertama surplus kuota emisi yang disebut sebagai Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE PU) dan offset karbon dalam bentuk Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE GRK).
Kedua unit karbon tersebut memiliki skema masing-masing. Namun agar bisa diperdagangkan, kedua jenis unit karbon tersebut harus terdaftar di Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI).
Sayangnya, salah satu pengembang proyek karbon di Jambi, justru mengeluhkan proses pendaftaran di SRN PPI yang terhambat di tahap verifikasi dan validasi. Emmy Primadona, Project Coordinator Kelompok Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, mengatakan ia dan tim sudah melakukan pendaftaran di SRN PPI sejak awal tahun silam.
“Kami sudah memenuhi semua data teknis yang diperlukan, tetapi sudah berbulan-bulan tidak ada kabar lagi,” katanya kepada Katadata.
Emmy mengatakan KKI Warsi mendaftarkan proyek konservasi hutan di Bujang Raba, Kabupaten Bungo, Jambi. Emmy mengatakan proyek karbon Bujang Raba merupakan salah satu komunitas masyarakat yang paling siap untuk mengikuti bursa karbon. Pasalnya, sejak 2018, Bujang Raba sudah mengikuti skema Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+).
Dalam skema ini, masyarakat berkomitmen melindungi hutan seluas 5.336 hektare yang mampu menyimpan 670.000 ton CO2 ekuivalen. Sebagai gantinya, masyarakat memperoleh dana senilai Rp 1 miliar dalam upaya tersebut. Pada 2020, masyarakat di Bujang Raba juga sudah menikmati hasil dari skema REDD+ tersebut.
SAFE Forum 2023 akan menghadirkan lebih dari 40 pembicara yang akan mengisi 15 lebih sesi dengan berbagai macam topik. Mengangkat tema "Let's Take Action", #KatadataSAFE2023 menjadi platform untuk memfasilitasi tindakan kolaboratif dari berbagai pemangku kepentingan yang disatukan oleh misi menjadikan Indonesia sebagai negara yang lebih hijau. Informasi selengkapnya di sini.