Mengenal CBDC, Mata Uang Digital dengan Teknologi Uang Kripto

Amelia Yesidora
21 Mei 2022, 07:55
uang digital, kripto, bank indonesia
Agung Samosir|KATADATA
kripto
kripto (Olya Kobruseva/Pexels)

CBDC ritel kemudian terbagi lagi menjadi dua jenis, di mana ada yang bisa dikembangkan dan digunakan secara bersama-sama dalam sistem perekonomian. Jenis tersebut CBDC berbasis token dan berbasis akun.

Untuk CBDC berbasis token bisa diakses dengan 'kunci’ yang dimiliki baik pihak pribadi ataupun publik. Jenis ini memungkinkan penggunanya untuk bertransaksi secara anonim. Sementara CBDC berbasis akun tidak memungkinkan penggunanya untuk bertransaksi secara anonim, sebab ada kewajiban identifikasi digital untuk mengakses akun milik pengguna.  

Dana Moneter Internasional atau IMF telah menyarankan Indonesia untuk menggunakan CBDC ritel, sebab masyarakat Indonesia tergolong cenderung mengutamakan transaksi dengan uang tunai. Hingga 2021, transaksi uang elektronik Indonesia diketahui tumbuh sekitar 49 % mencapai Rp 305,4 triliun.

Keunggulan dan Kekurangan CBDC

Penerapan CBDC dinilai mampu meningkatkan efisiensi ekonomi, sehingga BI akan mengeluarkan dan mengedarkan rupiah digital melalui blockchain. Selain itu, tidak akan ada lagi pungutan biaya transaksi, karena tersambung dalam sistem mata uang digital, sesuai teknologi buku besar distribusi dalam konteks wholesale rupiah.

Gubernur BI juga menyatakan CBDC akan memudahkan pihak retailer untuk bisa langsung mengunjungi ritel, sehingga biaya transaksi bisa lebih rendah dan kecepatan transaksi lebih cepat. Untuk Indonesia, penerapan CBDC rencananya akan didukung dengan BI Fast dan Snap, serta perluasan Quick Response Code Indonesia Standard atau QRIS.

Meski begitu, masyarakat tetap perlu memerhatikan risiko keamanan siber. Untuk itu, penerbitan dan peredaran CBDC akan dikontrol oleh bank sentral. Hal ini tentunya berbeda dengan sistem mata uang digital atau cryptocurrency yang tidak dikendalikan oleh regulator manapun.

Melansir data Investopedia, per Maret 2022 sudah ada delapan negara dan wilayah yang meluncurkan CBDC mereka, yakni Bahama, Antigua dan Barbuda, St. Kitts dan Nevis, Montserrat, Dominica, Saint Lucia, St. Vincent and the Grenadines, Grenada, dan Nigeria.

Selain itu, masih ada 80 negara yang sedang mengkaji proyek CBDC, beberapa di antaranya adalah India, Jamaika, Swedia, Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada. 

Melansir data Kementerian Perdagangan, hingga akhir tahun lalu sudah ada 11 juta orang investor aset kripto di Indonesia. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan investor pasar modal berbasis Single Investor Identification atau SID yang berjumlah 7,48 juta orang. 

Di sisi lain, nilai transaksi aset kripto bertumbuh hingga Rp 859,45 triliun, di mana nilai transaksi rata-rata per harinya mencapai Rp 2,3 triliun. Jumlah dana himpunan tersebut jauh lebih besar dari total himpunan dana investor pasar modal yang masih berkisar Rp 363,3 triliun per 2021. 

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...