Mengenal Duo Harjono, Obligor Bank Aspac yang Gugat Satgas BLBI

Intan Nirmala Sari
11 November 2021, 11:27
Menko Polhukam Mahfud MD (kanan) memberi salam kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) dan Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto seusai pelantikan Tim Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di Kemenkeu, Jakar
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp.
Menko Polhukam Mahfud MD (kanan) memberi salam kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) dan Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto seusai pelantikan Tim Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di Kemenkeu, Jakarta, Jumat (4/6/2021). Tim Satgas BLBI resmi dilantik dan akan melakukan penagihan kepada seluruh pihak yang terlibat yang telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp110,454 triliun.

Adapun dana tersebut kemudian digunakan untuk peningkatan netto valas sebesar Rp 33,8 miliar, pencarian dana NCD kepada pihak terkait sebesar Rp 97 miliar, dan pemberian suku bunga swap kepada Bank Sanho, Bank Mega, dan Bank Putra Multikarsa sebesar Rp 1,2 miliar. Selanjutnya, Setiawan melalui Bank Aspac  juga melakukan penarikan deposito sebesar Rp 53 miliar, dan pembayaran pokok dan bunga swap sebesar Rp. 86,6 miliar. Masalahnya, keempat aksi tersebut dilakukan Setiawan meski saldo debet Bank Aspac di Bank Indonesia dalam posisi negatif. 

Akibat tindakan tersebut, Setiawan sempat divonis 5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri dan divonis 6 tahun hukuman di Pengadilan Tinggi, dilansir dari buku Bantuan Likuiditas Bank Indonesia karya Agus Pandoman.

Pada 16 November 2001, Setiawan dijatuhkan hukuman penjara selama lima tahun di rumah tahanan (rutan). Namun proses masuknya Setiawan ke dalam rutan sempat tertunda selama dua tahun perkara penyakit jantung koroner dan depresi yang dideritanya. 

Sebagai informasi, Setiawan Harjono juga merupakan besan Setya Novanto, mantan ketua DPR yang divonis 15 tahun penjara karena korupsi e-KTP. Putra Setiawan, Jason Harjono menikah dengan putri Setya Novanto, Dwina Michaela pada 4 Desember 2015 dan dihadiri masing-masing orang tua mempelai.

Adapun Hendrawan, dikutip dari buku Bantuan Likuiditas Bank Indonesia karya Agus Pandoman, mantan wakil presdir Bank Aspac itu divonis lima tahun penjara oleh majelis hakim dan harus segera ditahan dalam rumah tahanan negara (rutan). 

Selain itu, Pengadilan Tinggi Jakarta juga menjatuhkan hukuman kepada Hendrawan untuk membayar denda Rp 30 juta dan uang ganti rugi sebesar Rp 583,5 miliar. Mahkamah Agung sempat menolak kasasi Hendrawan dan memvonisnya empat tahun penjara.

Rupiah
Rupiah (Arief Kamaludin|KATADATA)

Bisnis Bank Aspac

Penyelewengan dana BLBI itu dilakukan oleh Harjono bersaudara dengan memberikan kredit kepada perusahaan anggota grup bank Aspac sendiri. Beberapa perusahaan tersebut meliputi bisnis Aspac di bidang keuangan seperti Aspac Finance, Aspac Upindo Sekuritas, dan Aspac Life Insurance. Ada juga bisnis properti, yakni Aspac Permai dan Graha Aspac. 

Tak hanya itu, Bank Aspac juga diketahui meningkatkan aktiva neto valas yang bukan pengurangan atau pelunasan hutang luar negeri. Selaku Presdir, Setiawan juga telah menarik deposito miliknya di bank yang dikelolanya tersebut pada 17 Februari 1999 sebesar Rp 808,8 juta untuk membeli mobil bekas.

Berdasarkan Arsip Tempo News Room, penyelewengan dana BLBI dilakukan oleh Hendrawan yang sudah tidak menjabat sebagai direksi Bank Aspac sejak 1998. Hal ini bertentangan dengan Surat Bank Indonesia nomor 30/50/DIR/RUK tanggal 30 Desember 1997 yang menyebutkan bahwa bank penerima dana BLBI tidak diperkenankan menggunakan dana tersebut untuk berbagai keperluan. Meski begitu, pada 31 Maret 2000, Bank Aspac sudah membayar kewajiban hutangnya kepada BLBI sebesar Rp 204,2 miliar.

Di sisi lain, Bank Aspac masih memiliki saksi bisu prahara utang BLBI, yaitu Aspac Centre yang sekarang berganti nama menjadi Palm One. Gedung ini terletak di jalan Rasuna Said, Jakarta Pusat, dengan tinggi 14 lantai. Dulunya, gedung ini dibangun oleh Mitra Bangun Griya alias MBG yang merupakan salah satu anak perusahaan Aspac Group. Rencananya, gedung tersebut akan dijadikan kantor pusat Aspac Group, terutama Aspac Bank dan sempat ditempati selama lima tahun.

Ketika pemerintah resmi membekukan operasional Bank Aspac pada 1997, sengketa terhadap gedung ini dimulai. Pada Januari 1998, Aspac Group menjadikan gedung ini sebagai jaminan kepada Bank Indonesia untuk mendapatkan bantuan likuiditas BLBI. Sebulan kemudian, Bank Aspac masuk daftar restrukturisasi BLBI.

Akhir tahun 1998, Bank Aspac memberitahu MBG bahwasanya pemasukan lahan dan Gedung Bank Aspac tidak disetujui oleh Bank Indonesia. Akhirnya, pada Februari 1999 gedung Bank Aspac ini disita untuk melunaskan dana BLBI yang digelapkan oleh Harjono Bersaudara.

BLBI kemudian melelang aset sitaan pada 2003, termasuk gedung Bank Aspac. MBG menggugat BLBI ke PN Jakarta Selatan atas pelelangan ini, menurut pihaknya, perjanjian pemasukan lahan dan gedung bangunan MBG ke dalam aset Bank Aspac tersebut tidaklah sah. Namun BLBI tidak menggubris gugatan MBG tersebut. 

BLBI mengumumkan pemenang lelang gedung bank Aspac adalah Bumi Jawa Sentosa di Januari 2007. Sekarang Gedung Aspac bernama Palma One itu dimiliki oleh Wana Mitra Permai. Tidak ada catatan pengambilalihan kepemilikan Palma One dari Bumi Jawa Sentosa ke Wana Mitra Permai.

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora, Abdul Azis Said
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...