Merunut Kiprah Gubernur Bank Indonesia Era Orde Lama

Amelia Yesidora
15 Juli 2022, 16:43
bank indonesia, bank, perbankan, bank sentral, educate me, sejarah ekonomi, profil tokoh
Arief Kamaludin|KATADATA

Kepemimpinan Syafruddin digantikan oleh Loekman Hakim pada 1958. Pria asal Tuban itu, sebelumnya merupakan Duta Besar Indonesia di Bonn, Jerman Barat.

Berdasarkan laman Kementerian Keuangan, Loekman pernah berkarir di luar negeri, sebagai Direktur Bank Dunia dan Direktur Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF). Dia juga menjabat sebagai Menteri Keuangan di Jakarta, ketika Indonesia beralih menjadi Republik Indonesia Serikat pada 1950.

Loekman wafat pada 1960, sebelum jabatannya di Bank Indonesia berakhir. Selanjutnya, kepemimpinan Bank Indonesia dilanjutkan Soetikno Slamet, Menteri Keuangan kala itu. Sebelumnya, Soetikno sempat melakukan musyawarah perencanaan pembangunan dan melahirkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita).

Meskipun begitu, kepemimpinan Soetikno di Bank Indonesia tak berlangsung lama, atau hanya satu tahun. Menurut laman Kementerian Keuangan, Soetikno melanjutkan karirnya di kancah global, sebagai Direktur Eksekutif IMF pada 1961 hingga 1962 dan juga Bank Dunia.

Berikutnya, estafet kepemimpinan Bank Indonesia beralih ke Soemarno untuk periode 1960 hingga 1963. Sebelumnya Soemarno merupakan Direktur Eksekutif Bank Dunia untuk Rekonstruksi dan Pembangunan di Washington periode 1958 hingga 1960. Dengan pengalaman tersebut, Soemarno dianggap cakap dan ditunjuk menjadi Gubernur Bank Indonesia. Gubernur Bank Indonesia tersebut memiliki putri bernama Rini Soemarno, yang sempat menjabat sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara  periode 2014–2019.

Gubernur BI Terakhir di Era Soekarno

Teuku Jusuf Muda Dalam (JMD) menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia kelima sejak 1963 hingga 1966. Pria asal Sigli, Aceh tersebut memulai karir di bidang ekonomi dan sempat menjabat sebagai Presiden Direktur BNI.

Sekadar mengingatkan, BNI merupakan bank pertama milik negara yang lahir kurang dari setahun pasca-kemerdekaan Republik Indonesia, tepatnya pada 5 Juli 1946. Semula, bank ini berfungsi sebagai bank sentral dengan nama Bank Negara Indonesia. Tugasnya, tentu mengedarkan dan mengelola alat pembayaran pertama kala itu, yakni Oeang Republik Indonesia atau ORI.

Berkat sepak terjang JMD selama di BNI, dia kemudian dipercaya untuk mengampu dua jabatan sekaligus pada 1963, yakni Gubernur Bank Indonesia dan menteri urusan bank sentral. Dalam catatan Historia, Jusuf berhasil mengintegrasikan seluruh bank pemerintah ke dalam satu bank, yakni BNI. Kebijakan tersebut berdasar Doktrin Bank Berdjoang agar bank lebih mudah digunakan sebagai alat revolusi terpimpin.

Rupiah
Rupiah (Arief Kamaludin|KATADATA)

Peristiwa 30 September 1965 mengakhiri Bank Tunggal besutan Jusuf dan skandal pribadi yang melekat dalam diri Jusuf. Dalam aksi demonstrasi pasca G30S/1965, mahasiswa menyebut Jusuf sebagai menteri tukang kawin dan menuntut agar Jusuf diadili. Puncaknya, nama Jusuf masuk ke dalam satu dari 15 menteri yang ditangkap menurut Surat Perintah 11 Maret (Supersemar).

Jusuf menjadi menteri pertama yang diadili pada Agustus 1966 dengan dakwaan berlapis. Menurut buku Melawan Korupsi: Sejarah Pemberantasan Korupsi di Indonesia karya Vishnu Juwono, Jusuf digugat karena menyelundupkan senjata, amunisi, dan bahan peledak berbahaya, bahkan menyelewengkan dana revolusi sebesar Rp 97 miliar pada masanya.

Tepat pada 9 September 1966, pengadilan menyatakan Jusuf bersalah dan memvonis hukuman mati. Jusuf sempat mengajukan upaya banding, namun pengadilan menolak. Akhir hayatnya, Jusuf menutup usia di tahanan pada 26 Agustus 1976 karena menderita tetanus. Namanya pun dikenal sebagai menteri paling korup pada Orde Lama.

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...