Perjalanan UU Ciptaker, Penuh Gejolak, Penolakan, dan Gugatan ke MK

Mela Syaharani
3 Oktober 2023, 11:07
uu cipta kerja, uu ciptaker, omnibus law, mahkamah konstitusi
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Sejumlah massa yang tergabung dari berbagai serikat buruh melakukan unjuk rasa di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta, Senin (2/10). Aksi mereka kali ini bertepatan dengan pembacaan uji formil mengenai Undang-Undang (UU) Cipta Kerja oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam putusannya MK menolak gugatan uji formil UU Cipta Kerja yang dilayangkan sejumlah kelompok buruh.

Tak hanya itu, sejumlah perubahan terkait cuti, penghapusan pasal dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, perubahan isi dari Pasal 11 UU Pers yang berpotensi mengancam nilai-nilai kebebasan pers bagi jurnalis, hingga potensi kriminalisasi terhadap penyelenggara pendidikan Pesantren dalam UU Ciptaker. 

Golongan serikat buruh dan pekerja, masyarakat, mahasiswa lalu mengajukan judicial review atau uji materi kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Sepanjang 2021, MK telah melakukan uji materi terhadap UU Ciptaker sebanyak 11 kali.

SIDANG UJI MATERIIL UU CIPTA KERJA
SIDANG UJI MATERIIL UU CIPTA KERJA (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.)

Tersandung Keputusan MK

Setahun setelah diajukan, pada November 2021 MK kemudian menyatakan menyatakan bahwa UU Nomor 11 Tahun 2020 itu inkonstitusional bersyarat. 

MK menilai UU tersebut cacat formil lantaran dalam proses pembahasannya tidak sesuai dengan aturan dan tidak memenuhi unsur keterbukaan. Pada putusan itu, MK memberi waktu pada pembuat UU untuk memperbaiki isinya dalam jangka dua tahun sejak putusan dibacakan.

Hal ini menegaskan jika dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, UU Cipta Kerja tersebut akan otomatis dinyatakan inkonstitusional bersyarat secara permanen. 

Menanggapi putusan MK, Presiden Joko Widodo kemudian menerbitkan Perppu Ciptaker pada 30 Desember 2022 lalu. Perppu diperlukan untuk merespons situasi global dan nasional yang memerlukan langkah-langkah strategis. 

"Penentuan keadaan genting itu merupakan hak subjektif Presiden yang nanti akan dijelaskan dalam proses legislasi pada masa sidang DPR berikutnya," ujar Mahfud pada 30 Desember lalu. 

Penerbitan Perppu ini menuai protes beberapa kalangan seperti buruh dan mahasiswa, hingga. Buruh bahkan berencana untuk mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi jika Perppu Ciptaker sah. Buruh menggelar demonstrasi untuk menolak aturan ini. 

Unjuk rasa buruh di Surabaya
Unjuk rasa buruh di Surabaya (ANTARA FOTO/Didik Suhartono/tom.)

UU Ciptaker Berlanjut

Meskipun sejumlah golongan masyarakat menunjukkan reaksi keras, namun DPR bersikukuh menerapkan Perppu sebagai prioritas pembahasan pada masa sidang awal 2023.

Pemerintah juga berkomunikasi dengan Baleg untuk menggolkan Perppu Ciptaker. Namun, pembahasan Perppu Ciptaker masih tarik-menarik antar partai politik. 

Di saat masa pembahasan Perppu Ciptaker muncul gejolak di partai pendukung pemerintah.  Salah satunya, hubungan Partai Nasional Demokrat (NasDem) dengan pemerintah merenggang.  

Pembahasan Perppu Ciptaker secara resmi baru dimulai pada Februari 2023. Rapat dengan ahli yang biasanya terjadwal juga terpaksa masuk dalam agenda mendadak di Senayan. Rapat Baleg dan pemerintah menghasilkan kesepakatan untuk melanjutkan Perppu Cipta Kerja ke paripurna. 

Sebanyak tujuh fraksi menyetujui Perppu Ciptaker untuk disahkan menjadi undang-undang. Namun, dua fraksi, yakni Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Fraksi Demokrat menyatakan menolak. 

Perppu Ciptaker kemudian secara resmi berubah menjadi undang-undang usai disahkan oleh DPR dalam sidang paripurna ke-19 Masa Sidang IV tahun sidang 2022-2023. 

Gejolak penolakan terhadap UU Nomor 6 Tahun 2023 ini terus berlanjut. Tak tinggal diam pasca disahkan, Partai Buruh kemudian menyerahkan syarat-syarat pendaftaran uji formil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja secara daring pada 1 Mei lalu. Mereka optimistis Mahkamah Konstitusi bisa mengabulkan keberatan tersebut.

Koordinator Kuasa Hukum Partai Buruh Said Salahudin mengatakan permohonan uji formil yang dilayangkan Partai Buruh lebih spesifik, rinci, dan komprehensif dibandingkan pihak lain.  "Dalil dan argumentasi kami juga tidak sama dengan beberapa pemohon sebelumnya yang sudah masuk ke Mahkamah Konstitusi," kata Said di Gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu (3/5). 

Namun berdasarkan hasil putusan uji materi, MK menolak permohonan uji materi dari para pemohon. Menurut Hakim Konstitusi Guntur Hamzah, berdasarkan seluruh pertimbangan hukum menyatakan proses pembentukan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 secara formil tidak bertentangan dengan UUD 1945

Halaman:
Reporter: Mela Syaharani
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...