Hindari Pasar Tiongkok, Bukit Asam Perluas Pasar Non-Tradisional
Meski volume penjualan meningkat, laba perseroan justru tergerus. Pada periode Juli-September PTBA membukukan laba bersih Rp 3,1 triliun atau turun 20,5% secara tahunan atau yoy. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya beban pokok pendapatan 12,9 % menjadi Rp 10,5 triliun.
(Baca: Permintaan Turun, Harga Batu Bara Oktober Anjlok ke US$ 64,8 per Ton)
Naiknya beban pendapatan paling besar disebabkan oleh biaya angkutan kereta api seiring dengan peningkatan volume angkutan, serta naiknya biaya jasa penambangan, karena meningkatnya rata-rata nisbah kupas atau stripping ratio.
Hingga September 2019 tercatat nisbah kupas sebesar 4,6 bcm per ton, atau naik 12% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Kenaikan nisbah kupas ini disebabkan produksi batu bara kalori tinggi atau sebesar 6.100 kkal/ kg GAR sebanyak 1,9 juta ton.
Selain itu, juga disebabkan oleh melemahnya harga batu bara yang turun sebesar 7,8% secara yoy yakni menjadi Rp 775.675 per ton. Turunnya harga batu bara yang dijual oleh perusahaan dipicu oleh turunnya harga pada indeks Newcastle sebesar 81,3 per ton atau turun 25% secara yoy.
Adapun pendapatan perusahaan tercatat sebesar Rp 16,25 triliun atau naik 1,37% secara yoy. Sedangkan per 30 September 2019 aset Bukit Asam sebesar Rp 25,2 triliun, kas dan setara kas sebesar Rp 4,2 triliun.
(Baca: Biaya Produksi Meningkat, Laba Bersih PTBA Anjlok 22,5%)