Sektor Properti Terimbas Daya Beli yang Rendah

Safrezi Fitra
16 Juni 2015, 10:47
Katadata
KATADATA
Pekerja sedang membersihkan jendela apartemen di kawasan Central Park, Jakarta.

Di tengah mendungnya penjualan tempat tinggal ini, segmen hunian kelas menengah ternyata membuktikan diri tetap dapat diandalkan pada tahun ini. Kebutuhan perumahan di segmen harga antara Rp 500 juta hingga Rp 2 miliar masih tetap dianggap sebagai kebutuhan primer yang diyakini tidak akan sepi peminat.

Makanya, meski pertumbuhannya melambat, Agung Podomoro masih tetap bisa mengantisipasi perlambatan ini dengan fokus bermain di segmen menengah. Segmen menengah dianggap masih bisa berkontribusi besar terhadap penjualan properti perseroan, demi mengejar target pertumbuhan penjualan tahun ini sebesar 10 persen.

?Kontribusi (sektor menengah) kami targetkan hingga 70 persen. Terutama untuk market test di segmen Rp 500 juta,? kata dia. Pengembangkan hunian vertikal untuk segmen menengah ini, salah satunya dengan mengandalkan proyek Podomoro Park seluas 12 hektare di jalan Ngurah Rai, Jakarta Timur.

Dosen yang juga peneliti di bidang perencanaan kota dan pengembangan real estate Universitas Tarumanagara Meyriana Kesuma mengatakan, segmen kelas menengah akan menjadi penolong para pengembang menghadapi ketidakpastian usaha saat ini. Apalagi kurang pasok (backlog) perumahan di segmen ini sangat besar, mencapai 15 juta unit rumah.

Ali Tranghanda menyebut pada kuartal I -015, properti segmen Rp 500 juta?Rp 1,5 miliar, berkontribusi hingga 45 persen total penjualan. Pada kuartal IV tahun lalu, kontribusinya hanya 30 persen. Segmen Rp 500 juta ke bawah juga naik dari 25 persen menjadi 40 persen di kuartal I ini.

?Tren ini terjadi karena kejenuhan segmen high end (atas) yang didominasi investor,? kata Ali.

Pemerintah juga melakukan upaya untuk menggairahkan penjualan properti tahun ini, dengan melonggarkan aturan. Salah satunya dengan kebijakan untuk membolehkan warga negara asing (WNA) memiliki apartemen. WNA bisa diandalkan untuk menyerap pasar properti, di tengah penjualan pasar domestik yang sedang lemah.

Sementara BI sudah menyiapkan rencana untuk memperlonggar kebijakan uang muka (loan to value/LTV). BI berencana menurunkan uang muka pembelian rumah pertama menjadi 10 persen dari harga jual rumah. Sebelumnya, batas minimal persekot tersebut sebesar 30 persen.

Pelonggaran uang muka ini diharapkan akan mampu menambah penyaluran kredit barang konsumsi hingga Rp 80 triliun pada tahun ini. Kebijakan ini juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 0,1 persen-0,2 persen.

?Di negara tetangga kita, sektor properti ini adalah instrumen bagi pertumbuhan ekonomi juga,? ujar Djoko.

Baru Akan Membaik pada 2017

Lesunya usaha properti ini diperkirakan masih terus terjadi hingga tahun depan. Sektor ini baru akan membaik pada 2017, seiring membaiknya kondisi ekonomi makro Indonesia dan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah.

?Dinamika sektor ini selalu berbanding lurus dengan kondisi ekonomi, hanya selisih waktunya saja berbeda 6 bulan sampai setahun,? kata Meyriana.

Djoko menyebut ada semacam siklus tujuh tahunan yang terjadi pada sektor properti. Setelah naik tinggi, pertumbuhan properti akan melambat, bahkan turun dalam rentang waktu tujuh tahun. Setelah itu  ini akan kembali bangkit dengan pertumbuhan yang sangat besar.

Meski demikian, tetap butuh dukungan dari pemerintah dan BI agar sektor ini bisa terus tumbuh. Dukungan ini dapat berupa pembangunan infrastruktur untuk membuka akses lahan, suku bunga perbankan yang bisa terjangkau, hingga relaksasi pajak bagi sektor properti ini.

?Terutama untuk sektor perbankan agar segera merespon dan tidak menunggu KPR terlalu panas,? kata Indra.

Halaman:
Reporter: Ameidyo Daud Nasution
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...