Ekonomi Belum Normal, Analis Nilai IHSG Sulit Capai Level 6.000
Indeks harga saham gabungan (IHSG) dinilai sulit menembus level psikologis 6.000, karena laju perekonomian masih dibayangi pandemi virus corona atau Covid-19 hingga akhir tahun.
Analis Reliance Sekuritas Lanjar Nafi mengatakan, belum ada sentimen positif yang cukup kuat untuk mengangkat IHSG menembus level 6.000. Menurutnya, level paling optimis untuk pergerakan indeks tahun ini adalah, 5.800.
“IHSG bertahan di level psikologis 5.000 saja sudah cukup sulit. Optimisme naik lebih tinggi mungkin timbul apabila indeks berhasil mencapai 5.500," kata Lanjar, kepada Katadata.co.id, Kamis (16/7).
Berdasarkan analisis teknikal, pergerakan IHSG saat ini membentuk pola wedges, dengan kecenderungan tren positif jangka menengah. Hal ini mengindikasikan adanya pergerakan naik, dan akan terkonsolidasi di level 5.200.
Pada saat indeks berhasil menyentuh level 5.200, maka pergerakannya akan menguji target berikutnya, yakni 5.500. Baru kemudian, indeks bisa cukup kuat untuk melangkah mendekati level 6.000.
Sementara, secara fundamental belum ada sentimen positif yang sanggup mengerek IHSG sampai level 6.000. Pasalnya, banyak kinerja emiten terganggu pandemi corona, terutama sektor keuangan dan konsumer, yang selama ini memberi pengaruh signifikan pada pergerakan indeks.
(Baca: Emiten IDX30 Turun 21,6% Sepanjang Tahun, Saham BUMN Paling Terpuruk)
“Jika peningkatan saham-saham di sektor keuangan dan konsumer ini tidak begitu signifikan, maka akan membebani pergerakan IHSG,” ujarnya.
Analis CSA Research Institute Reza Priyambada berpendapat, target posisi IHSG tahun ini di level 6.500-6.800 tidak mungkin tercapai. Alasannya, target tersebut ditetapkan di awal tahun, saat perekonomian dalam negeri menunjukkan pemulihan, serta adanya harapan meredanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.
Kehadiran wabah Covid-19, dipandang Reza, mengubah seluruh target dan prediksi yang telah ditetapkan. Adanya pandemi, membuat IHSG yang tadinya dalam tren positif menjadi berbalik tertekan, seiring dengan masuknya Covid-19 ke Indonesia.
Faktor lainnya yang membuat pergerakan indeks sulit menembus level 6.000 adalah, adanya jurang yang cukup lebar pada pergerakan saham emiten besar dan kecil. Padahal, emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) jumlahnya lebih dari 500.
“Dari total emiten di bursa, tidak semua bergerak. Kebanyakan yang aktif adalah saham-saham yang masuk dalam LQ45," kata Reza.
Meski demikian, sudah terlihat adanya peningkatan dalam pergerakan IHSG selama beberapa pekan terakhir. Ia memprediksi Juni dan Juli 2020 merupakan periode indeks pulih, karena kinerja emiten mulai terlihat.
(Baca: Dua Emiten Grup Sinarmas Pimpin Kenaikan Harga Saham LQ-45 hingga 40%)
Reza memandang, pemulihan secara penuh akan dicapai pada kuartal III 2020, terlihat mulai bergeliatnya beberapa kegiatan usaha. Ia berharap dengan kembali bergeraknya roda perekonomian, akan meningkatkan persepsi pelaku pasar.
Meski ada perbaikan aktivitas ekonomi pada kuartal III 2020, IHSG dinilai masih sulit bergerak ke level 6.000. Ia memperkirakan level IHSG tahun ini hanya berkisar di level 5.200-5.250.
“Jika IHSG mampu mencapai 5.200-5.250 sampai akhir tahun, itu menurut saya sudah bagus," ujarnya.
Head of Wealth Management & Premier Banking Bank Commonwealth Ivan Jaya berpendapat, butuh waktu 11-18 bulan agar IHSG mampu bergerak ke level sebelum pandemi corona.
Hal ini tergambar dari pergerakan secara historis, terutama saat krisis 2008 silam, di mana IHSG saat itu turun drastis ke level 1.000 terimbas krisis subprime mortgage AS. Saat itu, butuh waktu 17 bulan baru indeks bisa kembali naik ke level normal sebelum krisis dan kemudian berlanjut ke 3.700.
"Secara historis, dari level terendah sampai normal, IHSG membutuhkan waktu 11-18 bulan," kata Ivan, dalam acara diskusi BizInsight Online Bank Commonwealth, Selasa (14/7).
(Baca: Dipengaruhi Rapat Dewan Gubernur BI, IHSG Diprediksi Bergerak Variatif)