Terbanyak di Asia Tenggara, EY Nilai Indonesia Paling Aktif Gelar IPO
Opini ekonomi makro berkaitan erat dengan faktor-faktor risiko yang relevan dengan pasar modal, meliputi kenaikan tingkat inflasi yang dapat mendorong bank sentral untuk lebih memperketat langkah-langkah moneter.
Dengan demikian, terdapat peningkatan tingkat diskonto dalam jangka pendek hingga menengah, serta menghasilkan estimasi valuasi yang lebih rendah dan sentimen negatif pasar atas antisipasi resesi global di tengah gejolak perbankan global baru-baru ini. Hal tersebut kurang optimal bagi perusahaan yang ingin mengumpulkan dana ekuitas di pasar publik.
Akan tetapi, perusahaan dengan dasar yang kuat dan inisiatif pertumbuhan terencana dengan prospek yang dapat dibenarkan masih dapat membuat target investasi yang menarik dan menjamin valuasi yang lebih tinggi.
Selain itu, krisis perbankan yang menimpa nama-nama perbankan besar di Amerika dan Eropa telah menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya krisis keuangan lanjutan di antara para pelaku pasar.
Akan tetapi, tampaknya ketakutan tersebut meningkat di atas proyeksi perlambatan ekonomi yang sebagian besar berkaitan dengan faktor-faktor istimewa di antara kasus-kasus tertentu di Amerika dan Eropa. Kondisi tersebut menjadi kondisi yang meringankan pasar Asia Pasifik, sebab prospek ekonomi makro relatif optimis
Melihat lebih dekat kondisi Indonesia, produk domestik bruto (PDB) diproyeksikan tumbuh sebesar 3,6-5,0% dan inflasi stabil dengan panduan Bank Indonesia sebesar 3-4%.
Terlepas dari latar belakang ekonomi dan geopolitik yang tidak kondusif, terdapat secercah harapan, sejalan dengan puncak inflasi, pelemahan harga energi, dan pemulihan ekonomi Cina. Pekerjaan rumah untuk IPO terus bertambah karena perusahaan masih menunggu stabil dan pulihnya pasar saham sebelum memutuskan untuk melantai.