Bursa Kripto Resmi Terbentuk di Tengah Jebloknya Nilai Transaksi
Menurut Didid, penurunan nilai transaksi tersebut disebabkan antara lain karena pasar kripto global mengalami penurunan volume perdagangan, potensi krisis likuiditas rendah yang berdampak negatif pada stabilitas harga dan efisiensi pasar. Serta tekanan jual melonjak yang menyebabkan harga aset kripto terkoreksi.
Kebijakan Federal Reserve Pemerintah Amerika Serikat terkait kenaikan suku bunga menyebabkan perubahan perilaku masyarakat dari yang sebelumnya memilih bertransaksi aset digital beralih ke tabungan. Selain itu, saat ini masyarakat masih menunggu kebijakan pemerintah terkait Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
“Namun demikian, dari sisi pemanfaatan teknologi blockchain, semakin banyak perusahaan seperti Meta, Google, dan Twitter yang mulai mengintegrasikan teknologi blockchain dalam kegiatan usahanya. Hal ini membuktikan bahwa ke depan perkembangan perdagangan fisik aset kripto masih cukup menjanjikan,” kata Didid.
Untuk melengkapi bursa kripto, Bappebti juga telah menunjuk PT Kliring Berjangka Indonesia sebagai lembaga kliring berjangka untuk penjaminan dan penyelesaian perdagangan pasar fisik aset kripto. Penunjukkan ini didasarkan oleh Keputusan Kepala Bappebti Nomor 01/BAPPEBTI/SP-PTPAK/07/2023.
Adapun penyimpanan aset kripto dipercayakan kepada PT Tennet Depository Indonesia. Mandat ini didasarkan pada Keputusan Kepala Bappebti Nomor 01/BAPPEBTI/SP-PTPAK/07/2023.
Dalam upaya penguatan bursa kripto, kliring, dan pengelola tempat penyimpanan aset kripto, Bappebti bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait, terutama Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Kementerian Keuangan, serta melibatkan partisipasi masyarakat luas.
Proses pembentukan bursa kripto di Indonesia saat masa transisi wewenang pengawasan aset kripto dari Bappebti ke OJK sesuai mandat UU P2SK.