Pelajaran dari Singapura: Mengawasi Laporan ESG Emiten Lebih Ketat

Reza Pahlevi
24 November 2023, 10:37
Direktur Centre for Governance and Sustainability National University of Singapore, Prof. Lawrence Loh memaparkan penelitiannya terkait laporan keberlanjutan emiten Bursa Efek Singapura.
Dok. NUS
Direktur Centre for Governance and Sustainability National University of Singapore, Prof. Lawrence Loh memaparkan penelitiannya terkait laporan keberlanjutan emiten Bursa Efek Singapura.

Bagaimana dengan Indonesia?

Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah mewajibkan penerbitan laporan keberlanjutan sejak 2017, tahun yang sama dengan Singapura. Kewajiban ini tercantum dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) nomor 51/POJK.03/2017. Aturan tersebut juga melampirkan hal-hal yang harus ada dalam laporan keberlanjutan.

Pada 2021, OJK menerbitkan surat edaran (SE) untuk melengkapi POJK di atas. SE OJK nomor 16/SEOJK.04/2021 ini mengatur bentuk dan isi laporan keberlanjutan yang diterbitkan setiap emiten di Indonesia.

Perbedaan antara BEI dan SGX adalah penetapan standar dan kerangka internasional dalam pembuatan laporan keberlanjutan. SGX secara eksplisit menyebut standar Global Reporting Initiative (GRI) sebagai acuan emiten dalam membuat laporan keberlanjutan.

Sejak 2022, SGX juga merekomendasikan kerangka TCFD untuk keterbukaan terkait iklim seperti yang sudah disebut sebelumnya.

Sementara itu, OJK tidak menyebutkan eksplisit standar GRI dalam SE yang mengatur isi dan bentuk laporan keberlanjutan. BEI memang menjadi salah satu penanda tangan inisiatif TCFD pada 2021, tetapi ini belum diimplementasikan di Indonesia.

Prof. Lawrence mengatakan keadaan di Indonesia memang belum sempurna. Kondisi ini juga dialami Singapura pada awal implementasi kewajiban laporan keberlanjutan. Bursa Malaysia bahkan lebih awal menetapkan kewajiban tersebut dibandingkan dengan Singapura.

Peraih gelar PhD dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) ini mengatakan hal yang paling penting yang harus dilakukan otoritas bursa adalah memperbaiki dan memperkuat aturan yang ada. Tidak hanya itu, perlu ada implementasi dan penegakan aturan.

“Sebenarnya apa yang dibuat aturan, itulah yang akan didapat. Banyak negara membuat aturan tapi tidak ada penegakannya, hingga aturan hanya menjadi dokumen,” katanya.

 

Halaman:
Reporter: Reza Pahlevi
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...