Perang Dagang AS-Tiongkok Berpotensi Menuju Perang Mata Uang

Agustiyanti
6 Agustus 2019, 16:17
tiongkok, yuan, nilai tukar, perang dagang
123RF.com/Nat Bowornphatnon
Ilustrasi yuan Tiongkok. Untuk perkama kalinya dalam lebih dari satu dekade, Tiongkok membiarkan yuan melemah hingga melewati level 7 per dolar AS pada Senin (5/8).

Harga yang lebih tinggi dapat memaksa bank sentral untuk menaikkan suku bunga dan memukul pertumbuhan ekonomi.

(Baca: Kurs Rupiah Melemah Tembus 14.300 per Dolar AS, BI Intervensi Pasar)

Pola pelemahan mata uang ini juga bisa menyebar secara global jika negara lain memutuskan untuk membalas. Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya volatilitas dan ketidakpastian ke pasar keuangan karena dapat memicu nilai aset properti dan saham turun.

"Anda memiliki neraca yang mulai terlihat sangat, sangat buruk," kata Miguel Chanco, Ekonom Senior Asia pada Pantheon Macroeconomics.

Dengan melemahkan dolar, menurut dia, pemerintahan Trump secara resmi mengumumkan berakhirnya kebijakan penguatan dolar AS yang diperkenalkan pada 1995 di bawah mantan Presiden Bill Clinton.

Trump juga dapat mengarahkan Departemen Keuangan untuk bekerja dengan Federal Reserve Bank New York untuk menjual dolar dalam upaya untuk menurunkan nilainya.

Namun, ia tak berpikir Trump bergerak ke arah itu kendati berharap pernyataan keras tetap keluar dari Gedung Putih.

(Baca: Tiga Menteri Ekonomi Pesimistis Target Pertumbuhan 2019 Tercapai)

Keputusan untuk membiarkan pelemahan yuan oleh Tiongkok, sebuah fakta yang dapat semakin memperumit pembicaraan perdagangan dan membuat kesepakatan dengan AS kian sulit.

Yuan tidak diperdagangkan secara bebas seperti mata uang utama lainnya. Setiap hari, bank sentral China menetapkan batas pergerakan nilai yuan hingga 2% naik atau turun. Terakhir kali yuan diizinkan untuk mencapai 7 terhadap dolar adalah saat krisis keuangan 2008.

Depresiasi mata uang dapat membantu Cina mengurangi dampak tarif baru AS dengan menjaga ekspornya terjangkau di AS. Namun, devaluasi dapat menekan ekonomi domestik.

Penurunan besar dalam yuan juga bisa memicu arus keluar uang dari Tiongkok dan merusak stabilitas ekonomi.

Menurut Institute of International Finance, China mengalami arus modal keluar dari negaranya pada 2015 mencapai US$680 miliar. Itu adalah terakhir kali China menimbulkan ketakutan pasar dengan melemahkan yuan dan memicu perang mata uang.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...