Rupiah Kembali 14 Ribu/US$, Ekonom Ramal Belum Akan Menguat Signifikan
Senada, Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE) Piter Abdullah Redjalam juga melihat belum ada tanda-tanda perang dagang AS-Tiongkok akan berakhir. "Dari pernyataan Presiden AS Donald Trump, arahnya adalah delay (menunda kenaikan tarif impor), bukan cancel (membatalkan)," ujarnya.
(Baca: Optimisme Gubernur BI di Tengah Tertahannya Penguatan Kurs Rupiah)
Adapun penundaan tersebut dinilainya tidak akan berdampak signifikan terhadap kondisi ekonomi AS dan Tiongkok. Prospek ekonomi AS dan Tiongkok juga tidak akan secara cepat berubah menjadi baik. Seiring kondisi tersebut, ia pun masih memprediksi The Fed akan konservatif dalam kebijakan moneternya.
"Artinya, hal ini (perkembangan positif negosiasi dagang AS-Tongkok) tidak berdampak signifikan terhadap aliran modal dana asing dan rupiah," ujarnya.
Rupiah sempat kembali menguat ke level 13.900 per dolar AS pada Senin (25/2) setelah adanya pernyataan dari Presiden AS mengenai perkembangan signifikan dari pembicaraan dagang dengan Tiongkok. Namun, penguatan tidak berlangsung lama, rupiah kembali ditutup di level Rp 14.000 pada perdagangan Selasa (26/2) dan Rabu (27/2).