Dee Curhat Soal Royalti Penulis, Beberkan Ketidakadilan Pajak

Martha Ruth Thertina
8 September 2017, 15:05
Dewi Lestari
Youtube

Pendapatan dari royalti dianggap penghasilan pasif sehingga tidak layak memanfaatkan rumus norma. “Penulis dianggap tidak keluar modal. Biaya kertas, percetakan, distribusi, dan sebagainya, adalah modal penerbit. Terkecuali jika penulis menerbitkan sendiri karyanya, barulah ia dianggap keluar modal,” kata Dee.

Masalahnya, buku tidak menulis dirinya sendiri. Dee menerangkan, dirinya bisa bekerja setahun penuh untuk menyelesaikan bukunya. Setelah itu, menjalani program promosi berupa launching, booksigning, jumpa pembaca, dan lainnya.

“Di Inggris, penulis macam saya termasuk kategori pekerja lepasan, dan untuk itu pendapatannya dianggap sebagai pendapatan aktif. Namun, di mata perpajakan kita, semua yang saya lakukan itu adalah upaya pasif,” ujarnya.

Di sisi lain, Dee pun mempertanyakan, bila pendapatan royalti dianggap penghasilan pasif, kenapa tidak diperlakukan sama dengan bunga deposito yang adalah pemasukan pasif. Bunga deposito dikenakan pajak final. Artinya, urusan pajak penulis selesai setelah pendapatan royaltinya dipotong pajak royalti 15%.

Ia pun memberikan dua masukan solusi untuk pajak penulis. Pertama, jika royalti tetap dianggap penghasilan pasif, maka perlakukanlah pajaknya seperti pemasukan pasif, yaitu pajak final. Kedua, Jika royalti bisa dipertimbangkan sebagai penghasilan aktif, maka beri pilihan penggunaan norma pada seluruh pendapatan penulis tanpa kecuali.

Secara pribadi, Dee pun mengaku lebih memilih solusi pertama. “Jika para kreator diberi keleluasaan seperti itu, negara benar-benar dapat menghadirkan atmosfer kondusif bagi para penemu dan insan kreatif yang pekerjaannya mencipta, termasuk penulis,” ujarnya.

Sebelumnya, besarnya beban pajak penulis membuat penulis Tere Liye memutus kontrak dengan dua penerbit besar yaitu Gramedia Pustaka Utama dan Republika untuk penerbitan 28 judul bukunya. Ia memilih menyebarkan tulisannya melalui media sosial ataupun akses lainnya. Langkah tersebut diambil sebagai bentuk protes kepada pemerintah. (Baca juga: Selesai Jadi Menteri, Sri Mulyani Ingin Jadi Penulis Novel)

Dianing Widya Yudhistira, penulis novel, cerpen dan antologi puisi juga berharap pemerintah meringankan beban pajak para penulis. "Kami sering mengeluh, sudah pendapatan terbatas tapi dipotong sebagai pendapatan pasif," kata Dianing saat dihubungi Katadata, Jumat (8/9).

Menurut dia, sangat jarang penulis bisa mengandalkan royalti buku untuk kebutuhan hidup. Royalti diterima penulis dari penerbit setiap enam bulan sekali. Untuk membiayai hidup, penulis kerap merangkap pekerjaan lain. "Saya usaha kecil-kecilan di rumah," ucapnya.

Besaran royalti kepada penulis hampir sama sebesar 10% dari harga buku, tak ada yang menerima lebih dari ini. "Kecuali Pramoedya Ananta Toer yang dikabarkan mendapat 15% dari penerbit," kata dia.

Bahkan, untuk penulis pemula dan anak-anak, royalti yang diberikan hanya sekitar 5% dari harga jual buku. "Alasan penerbit untuk biaya promosi," ucapnya.

Halaman:
Reporter: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...