Krisis 2008, BI Tambah Rp 15 Triliun ke Bank BUMN

Image title
Oleh
25 Maret 2014, 00:00
3203.jpg
KATADATA | Arief Kamaludin
KATADATA | Arief Kamaludin

Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Denni Purbasari menambahkan pada 2008, indeks harga saham gabungan (IHSG) sejak Januari hingga Oktober turun hingga 50 persen. Pasar obligasi sejak pertengahan Oktober turun hingga 6 persen per hari.

Krisis global, lanjut Denni, juga ditandai dengan pasar uang antarbank yang meningkat yang mencerminkan kesulitan likuiditas. Rupiah melemah dari Rp 9.200 menjadi Rp 12.000 per dolar Amerika Serikat (AS), yang menandakan investor asing menarik dananya dari Indonesia.

Secara mikro Denny menilai kebijakan Bank Indonesia itu merupakan langkah preventif agar kondisi krisis tak semakin membesar. Ia bisa memaklumi mengapa BI dan pemerintah waktu itu tidak memberikan pernyataan yang gamblang bahwa Indonesia tengah mengalami krisis. Hal itu dikhawatirkan menimbulkan kepanikan pasar, sehingga akan menimbulkan gejolak. ?Ini efek psikologi yang nantinya menimbulkan kepanikan pasar, tidak bisa dihitung dengan angka,? katanya.

Ekonom Standard Chartered Fauzi Ichsan juga juga berpendapat krisis finansial pada 2008 nyata terjadi. Cadangan devisa turun tajam dari US$ 60,56  miliar per Juli 2008 menjadi US$ 51,63 miliar pada Desember 2008. Imbal hasil surat utang negara (SUN) naik dari 10 persen menjadi 17 persen, dan credit default swap (CDS) naik tajam dari 2,5 persen menjadi 12 persen.

Pada saat itu, lanjut Fauzi, bank besar memangkas pinjaman ke bank kecil sehingga membuat kesulitan likuiditas. ?Saat itu masyarakat menjadi panik. Sekalipun jika kondisi normal tak terasa. Jelas pada saat itu keadaanya berdampak sistemik,? tuturnya. 

Halaman:
Reporter: Rikawati
Editor: Arsip
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...