Dampak Krisis Covid-19 Menghantui Perbankan dalam Jangka Panjang

Image title
3 Desember 2020, 11:56
outlook perbankan, perbankan, proyeksi perbankan 2021, outlook perbankan 2021, proyeksi 2021, saham, saham perbankan,
KATADATA/ Donang Wahyu
perbankan

Perbankan Tanah Air

Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anung Herlianto kondisi perbankan nasional setelah krisis 1997/1998 teruji mampu bertahan melalui berbagai krisis, seperti pada 2008-2009, mini krisis 2014-2016, hingga perang dagang pada tahun lalu. Krisis-krisis tersebut tak menggoyahkan kinerja aset perbankan yang terus tumbuh sejak 1999.

"Tapi tahun ini melandai bahkan cenderung menurun," ujar Anung dalam Ekonomi Outlook 2021: Geliat Industri Perbankan 2021 dalam streaming video, Rabu (25/11).

Meski vaksin saat ini sudah ditemukan dan akan mulai didistribusikan, kata Anung, risiko yang dihadapi perbankan akibat pandemi Covid-19 tak serta merta berakhir. Sektor riil masih belum pulih. Selain itu, ada risiko dari sebagian nasabah yang kreditnya direstrukturisasi gagal membayar.

Berdasarkan data OJK, sebanyak 101 bank telah memberikan restrukturisasi kepada 7,55 juta debitur dengan nilai kredit mencapai Rp 934,8 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 5,85 juta debitur merupakan UMKM yang nilainya mencapai Rp 371,1 triliun.  "Ini adalah restrukturisasi kredit terbesar sepanjang sejarah," katanya.

Rasio loan at risk pada Oktober 2020 mencapai 23,89%, naik dibandingkan bulan sebelumnya 23,53%. Penyaluran kredit juga masih lesu. Hingga Oktober 2020, kredit terkontraksi 0,47% menjadi Rp 5.480 triliun.

Realisasi ini memburuk dibandingkan September yang masih tumbuh 0,12% mencapai Rp 5.531 triliun. "Kredit terkontraksi baik year to date maupun year on year. Bank masih wait and see dan permintaan pun belum tumbuh karena sektor riil masih terdampak," katanya.

Saat ini OJK telah memutuskan untuk memperpanjang program restrukturisasi kredit perbankan hingga Maret 2022. Banyak debitur bagus yang masih membutuhkan waktu untuk memulihkan bisnis.

Untuk proyeksi perbankan di Tanah Air, Mirae Asset Sekuritas Indonesia memberikan pandangannya melalui riset yang ditulis analisnya, Lee Young Jun. Menurut Mirae, saat ini memasuki masa di mana pasar tidak akan didorong oleh likuiditas, tetapi pertumbuhan.

Dengan kondisi pasar yang digerakkan oleh pertumbuhan, nilai saham perbankan akan menjadi penerima manfaat dari arus tersebut. "Kami menganggap perbankan sebagai saham nilai tradisional yang paling dikenal di Indonesia," kata Lee.

Ia memperkirakan ROE bank yang berada dalam pengawasan Mirae akan mencapai 7-16% di 2021 dan 13-16% di 2022. Lee pun merevisi perkiraan laba bersih dan ROE di 2021 dan mengharapkan pertumbuhan yang solid pada 2022.

"Perbaikan fundamental yang didukung oleh perpanjangan restrukturisasi OJK, serta pemulihan ekonomi global dan domestik," katanya.

Secara keseluruhan, Mirae memperkirakan reli harga saham perbankan akan terus berlanjut pada 2021 didukung oleh perbaikan fundamental dan arus masuk asing ke sektor perbankan. Untuk itu, Mirae meningkatkan rekomendasinya pada saham perbankan dari netral menjadi overweight.

Ia merekomendasikan beli pada saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan target harga Rp 38.400 per saham. Begitu juga merekomendasikan beli pada saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan target harga Rp 5.580 per saham. Kedua saham ini merupakan saham pilihan utama Mirae.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...