OJK Wajibkan Perbankan Patuhi Manajemen Risiko Perubahan Iklim

Image title
26 Agustus 2021, 13:49
OJK
ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/hp.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso.

Selain itu, berbagai pendanaan proyek hijau padat karya yang mencangkup 50 ribu hektare dan mempekerjakan 25 ribu orang. Termasuk mendorong keterlibatan swasta dalam implementasi ekonomi hijau dalam sebuah platform blended finance.

OJK pun sudah pernah mengeluarkan peta jalan keuangan berkelanjutan tahap I untuk periode 2015-2019. Dalam salah satu poin peta jalan ini, OJK mewajibkan perusahaan tercatat untuk menyusun rencana aksi keuangan berkelanjutan, mengalokasikan dana tanggung jawab sosial dan lingkungan, dan publikasi laporan berkelanjutan.

Namun, implementasi tahap pertama ini ada beberapa tantangan yang harus diperhatikan. Di antaranya, masih rendahnya pemahaman sehingga otomatis, portofolio yang disebut green financing atau penerbitan green bond, belum begitu marak.

Selain itu, masih rendahnya kesadaran industri keuangan mengenai inisiatif keuangan berkelanjutan juga menjadi tantangan. Lalu, tantangan lain adalah pemahaman tentang taksonomi tersedianya standar ekonomi hijau masih belum tercapai. "Padahal peluang investasi yang ramah lingkungan besar sekali, namun belum bisa dimanfaatkan," kata Wimboh.

Dengan berbagai kendala di peta jalan tahap pertama, OJK pun mengeluarkan peta jalan tahap kedua untuk periode 2021-2025. Di antaranya, OJK fokus untuk menyampaikan pemahaman yang sama kepada pelaku industri. Lalu, OJK akan mengembangkan standar kepada sektor keuangan.

"Ini yang kami sebut adalah taksonomi agar kami memiliki bahasa yang sama untuk berbicara tentang hal ini," ujarnya.

Selain itu, OJK juga akan fokus pada masalah skema pembiayaan yang doikembangkan, terutama bagaimana instrumen-instrumen yang terkait dengan kebutuhan pembiayaan hijau, bisa berkembang di Tanah Air.

Wimboh mengatakan, bila berbagai kebijakan tersebut tidak dilakukan pemerintah dan OJK, akan ada risiko besar yang membayangi. Salah satunya, rantai suplai (supply chain) akan terganggu. Maka itu, produksi dalam bentuk apapun akan dipertimbangkan dalam perubahan iklim ini. Apabila tidak mendukung pencegahan perubahan iklim, maka akan berdampak pada pada terganggu rantai pasok, seperti produk ekspor.

Risiko lainnya adalah terganggunya keseimbangan lingkungan. Apabila tidak mempertimbangkan berbagai lingkungan alam, ini akan terjadi banjir, longsor, ekosistemnya rusak. "Itu risikonya costnya cukup besar. Kehidupan kita bisa hilang dalam sekejap," kata Wimboh.

Berikutnya, dari eksploitasi yang terlalu cepat ini akan menimbulkan kesenjangan kesejahteraan yang dialami oleh masyarakat. Padahal, seharusnya masyarakat mendapatkan kehidupan dari adanya lingkungan yang terjaga, tetapi sekarang menjadi tidak bisa bekerja.

Halaman:
Reporter: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...