Masih Genggam Restrukturisasi Kredit Covid-19 Rp 36 T, Ini Siasat BTN
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) mencatat, kredit yang direstrukturisasi terkait pandemi Covid-19 saat ini masih mencapai Rp 36,1 triliun. Perusahaan memastikan telah menyiapkan pencadangan untuk mengantisipasi berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit pada Maret 2023.
"Posisi tertinggi restrukturisasi kredit terkait Covid-19 di kami mencapai Rp 59 triliun pada kuartal I 2020,” kata Direktur Risk Management and Transformation BTN Setiyo Wibowo dalam paparan publik, Kamis (15/9)
Ia berharap posisi kredit yang direstrukturisasi tersebut terus menurun hingga akhir tahun ini. Meski demikian, Setiyo menyadari ada kemungkinan sejumlah debitur akan mengalami penurunan kolektabilitas setelah kebijakan restrukturisasi berakhir.
Saat ini, Setiyo mengaku terus berkomunikasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait kebijakan restrukturisasi kredit. "Mungkin akan kami usulkan adanya perpanjangan secara selektif, khususnya untuk debitur-debitur di segmen tertentu atau di daerah tertentu yang masih terdampak akibat Covid 19," ujarnya.
OJK sebelumnya memberi sinyal bakal memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit secara terbatas atau tidak berlaku pada seluruh sektor. Hanya sektor-sektor tertentu yang paling terkena dampak Covid-19 yang bisa memperoleh faslitas ini.
Berdasarkan laporan keuangan BTN pada semester I 2022, perusahaan telah menambah biaya pencadangan mencapai Rp 2,07 triliun, naik dibandingkan semester I 2021 sebesar Rp 1,3 triliun. Total cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) kredit pada semester I 2022 naik dari Rp 14,43 triliun menjadi Rp 15,52 triliun.
Meski menambah biaya pencadangan, BTN mencetak kenaikan laba bersih sebesar 60% menjadi Rp 1,47 triliun pada semester I 2022. Kenaikan laba bersih terutama ditopang oleh membaiknya biaya dana yang mengerek margin bunga bersih bank dan penyaluran kredit yang tumbuh.