Jokowi Apresiasi Taksonomi Berkelanjutan Seimbangkan Aspek Ekonomi
Peluncuran TKBI merespons dinamika dan perkembangan keuangan berkelanjutan nasional dan internasional. Selain itu, TKBI menjawab berbagai tantangan penanganan dan pembiayaan perubahan iklim, implementasi transisi menuju Net Zero Emission (NZE).
Selain itu, TKBI menjadi salah satu upaya mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs). Dalam TKBI, terdapat dua pendekatan dalam penilaian aktivitas, yaitu Technical Screening Criteria (TSC) untuk segmen korporasi atau non-UMKM dan Sector Agnostic Decision Tree (SDT) untuk segmen UMKM.
Hasil akhir dari proses penilaian TKBI, yaitu aktivitas diklasifikasikan menjadi “hijau” atau “transisi”. Apabila tidak memenuhi kedua klasifikasi tersebut maka aktivitas dinilai “tidak memenuhi klasifikasi”.
Revisi Taksonomi Hijau Indonesia
Sebelumnya, OJK telah meluncurkan Taksonomi Hijau pada 2022 lalu. Taksonomi Hijau untuk guna mengakselerasi program pembiayaan untuk sektor jasa keuangan dengan prinsip berkelanjutan (sustainable growth).
Di dalam Taksonomi Hijau Indonesia terdapat kajian berupa 2.733 klasifikasi sektor dan subsektor ekonomi, di mana 919 di antaranya telah dikonfirmasi dengan menteri terkait sektor dan subsektornya. Melansir dari halaman OJK, penyusunan Taksonomi Hijau tidak hanya fokus pada subsektor atau sektor yang masuk dalam kategori hijau, tapi juga termasuk subsektor atau sektor yang belum termasuk ke dalam kategori hijau.
Taksonomi Hijau Indonesia menjadi acuan dalam menyusun pemberian insentif dan disinsentif dari berbagai kementerian dan juga lembaga, termasuk OJK. Salah satu contoh insentif yang selaras dengan Taksonomi Hijau Indonesia adalah pembiayaan kendaraan berbasis baterai. Namun, untuk mengakomodasi transisi energi yang lebih luas, Taksonomi Hijau Indonesia kemudian direvisi menjadi Taksonomi Berkelanjutan Indonesia.