Industri Farmasi di Tengah Pandemi, Untung atau Buntung?

Safrezi Fitra
5 Oktober 2020, 20:13
farmasi, industri farmasi, bio farma, kimia farma, indofarma, kalbe farma, emiten, saham, bumn, bumn farmasi, covid-19
123rf/lightwise
Ilustrasi industri farmasi

Berdasarkan data laporan keuangan, pendapatan Kimia Farma semester I-2020 naik 3,6% menjadi Rp 4,68 triliun. Laba bersihnya pun naik 1,72% menjadi Rp 48,57 miliar. Sementara total kas dan setara kasnya mengalami penurunan hingga 54,6% menjadi Rp 617 miliar.

Kimia Farma juga menjelaskan strategi atau upaya mempertahankan kelangsungan usaha di tengah pandemi Covid-19. Beberapa yang dilakukan adalah menjaga saldo kas dan setara kas minimum untuk keperluan operasional. Kemudian menurunkan jumlah hari piutang, persediaan dan pinjaman berbunga.

Perseroan juga mengurangi anggaran belanja modal (capex) dan melakukan efisiensi usaha. Tahun ini Kimia Farma menganggarkan capex Rp 547 miliar untuk pengembangan apotek, klinik, laboratorium klinik, dan fasilitas produksi obat. Hingga Juni, anggaran capex tersebut sudah terpakai 54%.

Indofarma yang selama tiga tahun merugi, baru mendapat untung pada tahun lalu Rp 7,96 miliar. Namun, pandemi membuat perseroan kembali merugi di paruh pertama tahun ini. Laporan keuangan Indofarma mencatat rugi sepanjang semester I-2020 sebesar Rp 4,66 miliar. Meski begitu, perseroan masih optimistis menargetkan tahun ini mendapatkan laba bersih hingga Rp 22,3 miliar.

Direktur Utama Indofarma Arief Pramuhanto berharap ada kenaikan kinerja keuangan tahun ini. Dia mengakui dalam kondisi pandemi ini penjualan farmasi dan alat kesehatan (alkes) perseroan yang terkait Covid-19 mengalami kenaikan. Namun, produk yang tidak terkait Covid-19 malah mengalami penurunan.

Menurutnya, saat ini tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy rate) rumah sakit saat ini hanya sekitar 54%. Hal ini berdampak pada penurunan penjualan obat-obatan Indofarma. "Kami harap kenaikan penjualan farmasi dan alkes Covid-19 masih bisa mengimbangi penurunan dari yang non-covid," ujarnya saat RDP dengan Komisi VI, Senin (5/10).

Perusahaan farmasi swasta, PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), juga mengalami penurunan penjualan salah satu jenis farmasinya. Direktur Utama Kalbe Farma Vidjongtius mengatakan penjualan obat resep terjadi penurunan karena pasien reguler (non-covid) di rumah sakit turun. Masyarakat menghindari kunjungan ke rumah sakit selama pandemi.

“Tapi obat bebas (OTC) seperti vitamin, supplemen, herbal terjadi pertumbuhan yang positif. Jadi merupakan kombinasi pertumbuhan,” ujarnya kepada Katadata.co.id, Senin (5/10).

Sepanjang semester I tahun ini, total penjualan Kalbe Farma memang masih tumbuh 3,76% menjadi Rp 11,6 triliun. Meski begitu, pertumbuhannya lebih rendah dari capaian semester I tahun lalu yang mencapai 7%.

Kalbe bahkan telah merevisi target pertumbuhan tahun ini. Pada tahun lalu, pertumbuhan penjualan Kalbe mencapai 7,4%. Saat awal tahun perseroan masih optimistis menetapkan target tahun ini 6-8% dan laba bersih 5-6%. Namun, saat merilis kinerja keuangan semester I-2020, Kalbe memangkas target penjualan tahun ini menjadi 4-6%.

Direktur Keuangan Perusahaan Kalbe Farma Bernadus Karmin Winata mengatakan revisi target tahun ini dilakukan karena melihat kondisi pandemi Covid-19 yang mungkin akan berkepanjangan. “Walaupun dampak Covid-19 terhadap makroekonomi Indonesia di kuartal kedua tahun 2020 cukup menantang, Perseroan dapat mempertahankan pertumbuhan penjualan dan laba bersih yang positif dan stabil,” ujarnya, Juli lalu.

Halaman:
Reporter: Ihya Ulum Aldin
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...