Banyak Pengumuman Penting, Bagaimana Gerak IHSG Pekan Depan?
Setelah ekuitas AS terguncang selama seminggu oleh data pekerjaan yang kuat, investor menunggu data inflasi konsumen periode Januari minggu depan untuk kejelasan tentang jalur kenaikan suku bunga Fed. Data inflasi AS akan sangat penting dalam membentuk ekspektasi pasar akan kenaikan suku bunga di masa depan.
Kekhawatiran akan langkah The Fed kedepan dalam menetapkan kenaikan suku bunga acuan kembali muncul setelah Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan bahwa proses penurunan inflasi baru saja dimulai namun masih akan berlangsung cukup lama. Komentar tersebut memicu ekspektasi bahwa otoritas moneter tertinggi di Amerika tersebut bisa jadi akan menaikan suku bunga lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang saat ini dianggap sudah tercermin di pasar.
Pelaku pasar sekarang memperkirakan target suku bunga the Fed mencapai puncaknya di level 5,153% pada Juli dari kisaran saat ini 4,5%-4,75%.
Dari eksternal, ekonomi Cina diperkirakan mengalami pemulihan ekonomi lebih lambat menyusul data inflasi yang rendah. Cina melaporkan bahwa tingkat inflasi konsumennya naik bulan lalu seiring pulihnya permintaan karena pencabutan pembatasan pandemi, perjalanan serta pengeluaran terkait dengan Tahun Baru Imlek, hari libur terbesar negara itu. Pasar memperkirakan terjadi kenaikan inflasi inti sebesar 2,2% mendekati target sekitar 3% yang ditetapkan pemerintah tahun lalu.
Sedangkan, faktor dalam negeri datang dari koreksi harga batu bara yang telah mendorong sebagian emiten batu bara terkoreksi. Harga batu bara termal di ICE Newcastle, Australia, turun. Harga batu bara ICE Newcastle telah merosot 43,6% sepanjang tahun ini. Salah satu faktor utamanya adalah pasokan gas yang lebih tinggi dari perkiraan di Eropa setelah musim dingin yang ringan.
Selain itu, BI mungkin akan mempertahankan suku bunga acuan pada bulan Februari Menyusul data inflasi yang terkendali dan terapresiasinya rupiah.
BI diperkirakan akan melakukan jeda kenaikan suku bunga pada rapat kebijakan berikutnya, karena tekanan inflasi yang rendah dan rupiah yang lebih kuat.
Rupiah terapresiasi 2,9% year to date menjadi Rp 15.100 per USD, termasuk yang tertinggi dibandingkan negara-negara berkembang Asia yang setara. Ekspektasi BI rate di level 6,5% atau naik 75 basis poin lagi di tahun 2023.