Banyak Insentif, Omnibus Law Berpotensi Bikin Penerimaan Pajak Seret

Agatha Olivia Victoria
11 Desember 2019, 07:25
Petugas penukaran mata uang merapihkan uang yang hendak ditukar dengan mata uang asing di salah satu tempat penukaran uang di Jakarta. Berdasarkan data Bank Indonesia, kurs tengah rupiah dipatok pada level Rp11.722 per dolar AS, melemah 0,14% dibandingkan
Donang Wahyu|KATADATA
Ilustrasi. Insentif yang banyak dalam aturan omnibus law diperkirakan akan membuat penerimaan pajak turun.

Relaksasi terhadap hak untuk mengkreditkan pajak masukan maksimal 80% juga akan termuat dalam aturan tersebut. Hal itu bakal diberikan khususnya kepada Perusahaan Kena Pajak (PKP) yang selama ini memperoleh barang dan jasa bukan dari PKP. 

(Baca: Pengusaha Ramal Dampak Omnibus Law Baru Bisa Dirasakan Awal 2021)

Di sisi lain, omnibus law perpajakan akan mencantumkan poin yang mengukuhkan perusahaan digital internasional, seperti Amazon dan Google sebagai subjek pajak luar negeri. Dengan demikian, mereka nantinya bisa menyetor dan melaporkan PPN sebesar 10% ke Indonesia.

Tak hanya itu, definisi Bentuk Usaha Tetap atau BUT tak lagi didasarkan pada kehadiran fisik, namun kehadiran signifikannya secara ekonomi atau significant economic presence .

Seluruh fasilitas insentif perpajakan dalam satu bagian pada RUU omnibus law. Hal ini dilakukan agar seluruh fasilitas insentif perpajakan memiliki landasan hukum dalam satu peraturan. Dengan demikian, fasilitas insentif perpajakan akan jauh lebih konsisten.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak hingga 31 Oktober 2019 baru mencapai Rp 1.018,47 triliun. Jumlah tersebut baru mencaoai  64,56 persen dari target APBN 2019 sebesar Rp1.577,56 triliun.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...