BI Sebut Pelemahan Rupiah Imbas Defisit Transaksi Berjalan
(Baca: Rupiah Jatuh ke Level 14.300/US$, Terlemah Dalam Dua Bulan)
Setali tiga uang, Kepala Ekonom Maybank Investment Suhaimi Ilias juga mengatakan perekonomian perlu didorong melalui peningkatan ekspor dan industrialisasi. Menurut dia, sektor manufaktur Indonesia masih belum berkembang dibandingkan negara Asia lainnya.
"Indonesia lebih mendorong sektor pertambangan dan jasa. Padahal, pengembangan manufaktur bisa membantu masalah defisit transaksi berjalan," ujarnya. Oleh karena itu, pemerintah perlu mendorong ekspor, melakukan industrialisasi, dan mendorong penanaman modal asing berbasis ekspor.
(Baca: Turun Bersama Mata Uang Asia, Rupiah Melemah ke Rp 14.100 per Dolar AS)
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah Redjalam sebelumnya mengatakan, pelemahan rupiah bukan disebabkan oleh faktor fundamental, melainkan lantaran adanya aksi spekulan.
"Ketika sentimen terjadi, rupiah yang sudah mengalami penguatan terbesar cenderung mendapat tekanan terbesar. Kadang ada permainan juga. Kalau tidak volatile besar, pemain tidak bisa untung besar," kata dia kepada Katadata.co.id.
Mengacu pada data Bloomberg, nilai tukar rupiah saat ini berada pada posisi 14.286 per dolar AS. Artinya, rupiah telah melemah 0,73% dibandingkan posisi awal tahun 2019. Pada akhir pekan lalu, rupiah sempat menembus 14.314 per dolar AS dan memimpin kejatuhan mata uang negara Asia.