Pemerintah Perlu Maksimalkan Ruang Pelebaran Defisit Anggaran

Desy Setyowati
19 September 2016, 13:30
Jokowi APBN
Arief Kamaludin (Katadata)
Presiden Joko Widodo saat membacakan nota keuangan RAPBN 2017 di Gedung MPR/DPR, Jakarta, 16 Agustus 2016.

Senada dengan Lana, Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memandang pelebaran defisit merupakan langkah tepat. Alasannya, demi mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar lima persen tahun ini, belum bisa mengandalkan investasi swasta. Para investor masih melihat dan menunggu (wait and see) keberhasilan dari program pengampunan pajak (tax amnesty).

Karena itulah, David memandang, pertumbuhan ekonomi lagi-lagi hanya bergantung pada pengeluaran pemerintah. Padahal, anggaran sudah dipotong dua kali sepanjang tahun ini, yakni sebesar Rp 50 triliun dan Rp 137,6 triliun.

"Sebenarnya ini (pelebaran defisit) positif untuk jaga momentum pertumbuhan ekonomi,” katanya.

Di sisi lain, David menilai, dari sisi moneter belum bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Indikasinya, penyaluran kredit hanya tumbuh sekitar 6 persen. “Ini terendah sejak krisis 1998. Jadi perlu stimulus dari pemerintah," katanya.

Seperti diketahui,  Menteri Keuangan Sri Mulyani mengisyaratkan kenaikan defisit anggaran dari 2,35 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar Rp 296,7 triliun menjadi 2,7 persen atau sekitar Rp 338,8 triliun. Penyebabnya, total penerimaan negara hingga akhir Agustus lalu mencapai Rp 840,2 triliun atau 46,1 persen dari target APBN-P 2016 sebesar Rp 1.822,5 triliun. Diperkirakan secara keseluruhan penerimaan tahun ini kurang Rp 219 triliun atau 12 persen dari target.

(Baca: Defisit Anggaran Melebar, Pemerintah Masih Bisa Tambah Surat Utang)

Sedangkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memastikan, pemerintah tidak akan memotong lagi anggaran, baik anggaran kementerian maupun dana untuk daerah. "Barangkali yang bisa saya dibilang, tidak ada lagi rencana pemotongan (anggaran)," ujarnya. Alhasil, opsinya untuk mengamankan anggaran tahun ini adalah memperlebar defisit melalui penambahan utang.

Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (SUN DJPPR) Kementerian Keuangan Loto Srianita Ginting mengatakan, per 5 September lalu penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sudah mencapai Rp 549,4 triliun atau 89,9 persen dari target Rp 611,4 triliun. Jumlah itu terdiri dari SUN yang sudah terbit sebesar Rp 389,3 triliun.

Sedangkan target pembiayaan dari SBN sebesar Rp 611,4 triliun itu sudah dinaikkan Rp 17 triliun dari semula Rp 594,4 triliun karena defisit diperkirakan melebar dari 2,35 persen menjadi 2,5 persen. Dengan rencana pemerintah menaikan defisit menjadi 2,7 persen, artinya ada penambahan utang sebesar Rp 25,1 triliun menjadi Rp 636,5 triliun.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...