Kondisi Ekonomi 2015 Berbeda dengan Menjelang Krisis 1997-1998

Aria W. Yudhistira
27 Agustus 2015, 11:37
Katadata
KATADATA
Investor melewati papan perdagangan di Bursa Efek Indonesia.

Kendati demikian, Budi menilai kondisi Indonesia saat ini masih jauh dari krisis. Ini terlihat dari posisi cadangan devisa serta indikator makro ekonomi yang lebih baik dibandingkan 1998. Posisi cadangan devisa Indonesia per Juli 2015 sebesar US$ 107,6 miliar, turun 3,9 persen dibandingkan posisi pada awal tahun. Meski begitu, cadangan devisa masih cukup untuk membiayai impor selama tujuh bulan.

Sementara berdasarkan data yang dihimpun Katadata, cadangan devisa Indonesia pada akhir 1997 sebesar US$ 17,4 miliar, turun 8,9 persen dari posisi akhir 1996 sebesar US$ 19,1 miliar. Hingga Maret 1998, cadangan devisa terus melorot hingga US$ 14,4 miliar atau hanya setara 3,7 bulan impor.

Dia mengapresiasi pemerintah dan DPR yang ingin mempercepat pembahasan RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) sebagai payung hukum pengambilan kebijakan ketika terjadi krisis. Kemudian yang juga perlu dilakukan adalah meningkatkan kerjasama internasional, seperti mengaktifkan perjanjian Chiang Mai Initiative dalam rangka memperkuat cadangan devisa di antara negara-negara ASEAN.

Gubernur BI Agus Martowardojo menyebutkan, kondisi fundamental perekonomian Indonesia pada saat ini belum menunjukkan tanda-tanda terjadinya krisis. Termasuk dengan situasi menjelang terjadinya krisis 1998 dan 2008. ?Beda sekali. Kami sekarang dalam kondisi yang baik,? kata dia seusai rapat dengan Badan Anggaran DPR, Selasa (25/8).

Ini dilihat dari laju inflasi Juli sebesar 7,26 persen yang lebih rendah dari akhir 2014 sebesar 8,36 persen. Begitu pula dengan defisit transaksi berjalan yang menunjukkan perbaikan, kemudian neraca perdagangan yang masih mengalami surplus. ?Jadi fundamental ekonomi Indonesia menunju kondisi yang lebih baik. Tapi memang pertumbuhan ekonomi tekena dampak dari harga komoditas yang turun,? kata dia.

Menurut dia, kondisi eksternal memang masih harus diwaspadai berasal dari ketidakpastian kenaikan suku bunga acuan AS (Fed Rate). Juga langkah Cina melemahkan mata uangnya, yang diperkirakan masih akan berlanjut hingga kompetitif dengan won Korea dan yen Jepang. Untuk itu, dia meminta perusahaan di dalam negeri untuk berhati-hati dalam melakukan pinjaman dalam bentuk valuta asing (valas).

Catatan: Berita ini merupakan revisi dari berita berjudul "Berbeda dengan Situasi 1998, tapi RI Perlu Tingkatkan Sense of Crisis".  

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...