Menkeu: Kondisi Masih Terkendali, Jauh dari Krisis

Aria W. Yudhistira
25 Agustus 2015, 18:12
Katadata
KATADATA
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.

Pada Mei lalu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengakui jika situasi saat ini lebih sulit ketimbang krisis keuangan global pada 2008-2009 lalu. Ketika itu, kondisi Indonesia masih cukup aman karena AS menggelontorkan stimulus dengan membeli aset-aset di pasar keuangan global.

Selain itu, harga komoditas juga masih cukup tinggi, sehingga kapasitas ekspor Indonesia masih besar. Alhasil, penerimaan negara pun tetap terjaga.

?Pada 2009 diguyur uang, ada capital flight ke negara emerging. Perekonomian baik, komoditas booming,? kata Bambang dalam seminar bertajuk ?Strategi Mewujudkan Arsitektur Sistem Keuangan dan Perbankan Nasional yang Tangguh? di Jakarta, Rabu (13/5).

Kondisi pada enam tahun lalu itu berbeda dengan sekarang. Perekonomian AS tengah dalam tren pemulihan setelah terkena krisis. Sementara ekonomi negara-negara kawasan Eropa dan Jepang justru dalam kondisi yang sebaliknya.

Kebijakan di antara keduanya pun terkesan saling bertentangan yang berdampak negatif terhadap negara-negara dengan pasar yang baru berkembang (emerging market). Meskipun ada stimulus fiskal dari Eropa dan Jepang, dana tersebut tidak mengucur ke emerging market, melainkan ke AS. Alhasil, dolar AS mengalami penguatan terhadap mata uang dunia.

Berdasarkan data yang dihimpun Katadata, sebelum terjadi krisis ekonomi 1997-1998, yakni sebelum likuidasi 16 bank pada 1 November 1997, nilai rupiah tercatat melemah sebesar 35 persen dari Rp 2.362 per dolar AS menjadi Rp 3.615 per dolar AS. Pada akhir 1997, rupiah semakin terpuruk ke posisi Rp 5.403 atau turun 129 persen dibandingkan awal tahun.

Rupiah semakin merosot setelah Presiden Soeharto menandatangani letter of intent (LoI) dengan IMF pada 16 Januari 1998. Ketika itu rupiah berada di Rp 8.450 per dolar AS, dan puncaknya pada Juni 1998 di posisi Rp 16.650 per dolar AS.

Sementara ekonomi pada kuartal III-1997 masih mencatatkan pertumbuhan sebesar 2,45 persen, dan pada 1998 tercatat minus 13 persen. Adapun surplus neraca perdagangan pada 1998 justru naik hingga 83 persen, yakni mencapai US$ 18,4 miliar. Kenaikan surplus tersebut sejalan dengan nilai rupiah yang melemah. 

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...