Menanti Banjir Dana ke Pasar Keuangan Indonesia dari Hasil Pilpres AS

Agustiyanti
3 November 2020, 19:17
pilpres AS, trump vs biden, aliran modal asing, negara emerging market
ra2studio/123rf
Ilustrasi. Amerika Serikat menggelar pemilihan presiden pada 3 November 2020.

Pendapat berbeda diberikan Ekonom Insttitut Kasjian Strategis Universitas Kebangsaan Eric Sugandi. Menurut dia, Trump memiliki rencana kebijakan untuk memangkas pajak korporasi dan kelas ata sehingga dapat menimbulkan reaksi positif dari pasar jika kembali terpilih. 

Di sisi lain, Biden memiliki kebijakan untuk menaikkan pajak bagi golongan kelas atas dan korporasi. Jika mantan Wapres AS itu terpilih, sebenarnya ada risiko ketidakpastiaan terhadap kebijakan yang bisanya tidak disukai investor.

"Selain itu jika Trump kalah, volatilitas pasar akan ditentukan oleh bagaimana sikap Trump saat kalah. Kalau tidak terima, maka ada risiko pasar akan bergejolak hingga ada keputusan dari Mahkamah Agung," katanya.

Adapun dampak Pilpres AS ke pasar modal Indonesia, menurut dia, akan mengikuti arah pergerakan bursa AS dan regional. "Sementara untuk surat utang, ada resiko outflows dari SUN siapapun yg terpilih di AS tetapi hanya beberapa hari biasanya," kata dia.

USA-ELECTION/DEBATE
USA-ELECTION/DEBATE (ANTARA FOTO/REUTERS/Mike Segar/WSJ/dj)

Rupiah Paling Diuntungkan

Riset yang dibuat Bloomberg menunjukkan rupiah bersama won Korea Selatan akan memperoleh manfaat terbesar jika arus investor asing kembali ke Asia usai Pilpres AS.

Studi skor-Z mengukur jumlah bergulir 12 bulan dari aliran modal asing masuk portofolio dan membandingkannya dengan rerata lima tahun, memperhitungkan penilaian mata uang dan fundamental ekonomi.

Arus masuk portofolio saham Korea Selatan memiliki skor Z negatif 2,3. Sedangkan dalam kasus Indonesia, aliran masuk obligasi memiliki skor-S minus 2,9%. Dengan demikian, rebound kembali ke rata-rata lima tahun akan bernilai 1,5% terhadap PDB Korea Selatan, sedangkan 1,1% dari PDB untuk Indonesia.

Pasar keuangan negara berkembang hampir tidak menerima arus masuk portofolio bersih sejak pandemi Covid-19 menghantam karena investor mengejar pengembalian ekuitas AS, saham teknologi global, dan pasar Tiongkok. Kondisi ini berbanding terbalik dengan arus masuk hampir US$ 100 miliar untuk periode yang sesuai setelah krisis keuangan global 2008.

Tanda-tanda bahwa Korea Selatan pulih dari resesi yang dipicu pandemi serta lonjakan ekspor terbesar sejak 1986 adalah di antara penarik aset negara.

“Mengingat kekuatan dalam ekonomi Korea dan pasar saham dan kurangnya arus masuk sejauh ini, permulaan jangka panjang karena arus masuk asing dapat memberikan won Korea dorongan lagi,” kata Nader Naeimi, Kepala Pasar dinamis di AMP Capital Investors Ltd. di Sydney.

Namun, jalan Indonesia menuju peningkatan arus asing terlihat lebih rumit. Bloomberg menilai Indonesia berisiko terjebak dalam lingkaran setan karena bank sentral membiarkan kondisi moneter lokal longgar untuk mendorong lembaga lokal membeli obligasi guna mengimbangi kekurangan arus luar negeri.

Upaya tersebut diperkuat dengan pembelian obligasi oleh bank sentral, sehingga menimbulkan risiko depresiasi mata uang, yang pada akhirnya membuat utang  dalam rupiah menjadi kurang menarik bagi asing.

"Negara Asia Tenggara sedang mencoba untuk memperpendek ini dengan mempertahankan mata uang, dan menahan diri dari pemotongan suku bunga kebijakan. Strategi tersebut akhirnya tampaknya membuahkan hasil, meskipun sebagian besar keberhasilannya baru-baru ini mungkin dapat dikaitkan dengan kelemahan terus-menerus dalam dolar AS," tulis Bloomberg.

BI sepanjang tahun ini telah memangkas suku bunga sebesar 2% menjadi 4% dan mempertahankan level suku bunga tersebut sejak Juli, terlihat dalam databoks di bawah ini.

Rupiah saat ini berada pada kisaran 3% di bawah rata-rata REER lima tahunnya, dibandingkan dengan 3% di atas baht Thailand - penerima manfaat potensial lainnya dari arus masuk obligasi dalam studi ini. Obligasi Indonesia juga menawarkan keuntungan hasil riil 3,5% dibandingkan dengan Thailand, berdasarkan prakiraan inflasi dari para ekonom yang disurvei oleh Bloomberg.

Namun, keyakinan terhadap Indonesia masih tertahan oleh masalah Ppengendalian pandemi Covid-19. Indonesia saat ini memiliki kasus Covid-19 terbanyak di Asia Tenggara, namun mendekam di peringkat 158 ​​dalam tabel pengujian Worldometer yang dilakukan per juta.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...