Berkah Kenaikan Ekspor di Tengah Pandemi Covid-19 yang Belum Berakhir

Agatha Olivia Victoria
15 Desember 2020, 14:16
ekspor, pandemi corona, ekspor impor, neraca perdagangan, kinerja ekspor, ekspor melesat, ekspor cetak rekor
123RF.com/Cheangchai Noojuntuk
Ilustrasi. Ekspor Indonesia periode Januari–November 2020 mencapai US$ 146,78 miliar atau turun 4,22% dibanding periode yang sama tahun 2019 yaitu US$ 153,25 miliar.

Berdasarkan catatan BPS, sejumlah harga komoditas mencatatkan kenaikan yang cukup tajam pada pada November 2020 dibanding Oktober 2020. Harga minyak kelapa sawit naik 12,03% secara bulanan dan 33,9% secara tahunan, harga batu bara naik 7,57% secara bulanan  meski turun 6,2% secara tahunan, sedangkan minyak mentah naik 6,83% secara bulanan.

Di sisi lain permintaan komoditas membaik terutama dari negara-negara utama tujuan ekspor RI. Ini karena mulai pulihnya ekonomi Tiongkok dan beberapa negara Eropa dari pandemi Covid-19. 

Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga menilai tren pemulihan kinerja ekspor Indonesia mulai terindikasi sejak awal kuartal III tahun ini didukung oleh peningkatan harga komoditas ekspor, seperti minyak sawit atau CPO dan batubara secara gradual. Pemulihan harga komoditas ekspor Indonesia ditopang oleh perbaikan permintaan dari negara mitra dagang utama Indonesia terutama Tiongkok dan India.

Sejak bulan Juni hingga bulan November, rata-rata pertumbuhan bulanan ekspor Indonesia mencapai 4,5%, meskipun total ekspor secara kumulatif pada periode Jan-Nov 2020 masih mencatatkan pertumbuhan negatif.

"Ke depannya, kinerja ekspor berpotensi akan berlanjut meningkat seiring dengan perbaikan volume permintaan dari negara mitra dagang Indonesia," katanya.

Ekonomi Tiongkok pada kuartal ketiga tahun ini berhasil tumbuh 4,9% melanjutkan pertumbuhan kuartal sebelumnya setelah kontraksi dalam pada tiga bulan pertama tahun ini, terlihat pada data di bawah ini.

Peningkatan ekspor nonmigas secara bulanan terjadi ke sebagian besar negara tujuan utama, yaitu Tiongkok US$ 461,8 juta (16,17%), Malaysia US$ 158,1 juta (24,5%), Jepang US$ 124,2 juta (11,67%), dan India US$ 87,9 juta (10,04%). Kemudian, Jerman US$ 70,9 juta (35,38%), Thailand US$ 35,7 juta (8,79%), Korea Selatan US$ 32,9 juta (7,12%), Australia US$ 32,7 juta (16,56%), dan Belanda US$ 17,5 juta (7,52%). Sedangkan negara yang mengalami penurunan adalah Singapura US$ 33,3 juta (5,34%), Amerika Serikat US$ 30,8 juta (1,88%), Taiwan US$ 12,7 juta (3,84%), serta Italia US$ 4,8 juta (3,10%).

Tiongkok tetap merupakan negara tujuan ekspor terbesar pada sepanjang Januari-November 2020 dengan nilai US$ 26,61 miliar (19,08%), diikuti AS dengan nilai US$ 16,75 miliar (12,01%), dan Jepang dengan nilai US$ 11,63 miliar (8,34%). Komoditas utama yang diekspor ke Tiongkok pada periode tersebut adalah besi/baja, minyak kelapa sawit, dan batubara.

Meski secara nilai meningkat, menurut Kepala Ekonom BCA David Sumual, kinerja volume ekspor sebenarnya belum meningkat signifikan. Ke depan, ekspor masih akan memperoleh tantangan dari karantina wilayah yang mulai kembali diberlakukan di sejumlah negara, seperti Inggris, Belanda, dan Jerman. 

"Ekspor hingga awal tahun depan kemungkinan masih akan lemah dari sisi volume, tetapi harga komoditas kemungkinan masih akan tinggi karena pemulihan di Tiongkok dan India," ujar David kepada Katadata.co.id. Selasa (15/12). 

Ia memperkirakan volume ekspor baru akan meningkat pada kuartal kedua tahun depan. Demikian pula dengan kinerja impor. "Impor hingga kuartal pertama tahun depan masih akan kontraksi karena hingga Februari tahun lalu impor cukup tinggi," katanya. 

David memperkirakan surplus neraca perdagangan pun akan berlanjut pada tahun depan, tetapi tak akan sebesar pada tahun ini seiring impor yang akan mulai pulih. 

Selain kinerja ekspor, impor pada bulan lalu juga berhasil melesat 17% secara bulanan meski masih anjlok 17,46% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan impor pada November didorong oleh impor nonmigas yang mencapai US$ 9,71 miliar, melesat 19,27% dibandingkan bulan lalu meski masih turun 12,33% dibandingkan November 2019.  Adapun impor migas hanya naik 0,59% dibandingkan Oktober atau turun 49,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi US$ 12,66 miliar. 

Kenaikan impor nonmigas didorong oleh impor barang modal yang mencapai US$ 2,43 miliar, tumbuh 31% dibandingkan bulan sebelumnya tetapi masih turun 2,85% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Impor barang konsumsi US$ 1,35 miliar, naik 25,52% secara bulanan tetapi masih anjlok 22,02% dibandingkan November 2019. Sementara impor bahan baku/penolong bertambah 13,02% dibandingkan bulan sebelumnya tetapi turun 20% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

Seiring dengan kinerja ekspor dan impor, neraca perdagangan pada November mencatatkan surplus US$ 2,61 miliar. Adapun sepanjang Januari-November 2020, surplus neraca perdagangan telah mencapai US$ 19,66 miliar.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...