Bank Dunia Sebut Harga Pangan di Indonesia Paling Mahal se-ASEAN
Perbedaan tersebut bahkan lebih mencolok untuk makanan pokok seperti nasi, 20% masyarakat termiskin membelanjakan 12,2% untuk beras, dibandingkan dengan hanya 4,1% untuk 20% orang terkaya.
Ekonom Senior Center Of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet mengatakan krisis Covid-19 telah menggeru kemampuan daya beli masyarakat dan berpotensi meningkatkan jumlah penduduk miskin. Untuk mengantisipasi hal ini, ada dua hal yang perlu diperhatikan pemerintah, yakni jaring pengaman sosial dan tata distribusi pangan.
Sebelum dan sesudah pandemi sebenarnya jaring pengaman sosial dalam bentuk bantuan sosial sangat beragam bentuknya mulai dari Program Keluarga Harapan, Bantuan Langsung Tunai, hingga bantuan sembako. "Tapi salah satu evaluasi yang penting dari jaring pengaman sosial yang disalurkan pemerintah adalah ketepatan data penerima bantuan," ujar Yusuf kepada Katadata.co.id, Jumat (18/12)
Evaluasi penyaluran bantuan sosial selama pandemi Covid-19 bagkan menemukan salah satu acuan data penyaluran bantuan dalam bentuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial ternyata belum diperbaharui di beberapa daerah. Maka dari itu, perbaikan data tersebut harus menjadi salah satu fokus utama pemerintah.
Adapun hal lain yang tidak kalah penting diperhatikan, sambung Yusuf, yaitu menjaga tata distribusi pangan di dalam negeri. Artinya, kebutuhan pangan dan produksi pangan harus selaras. Dalam jangka panjang, reorientasi tata kelola pangan perlu diperbaiki melalui optimalisasi lahan existing khususnya di Jawa dan membuat sistem insentif yang lebih adil untuk petani.
Bank Dunia sebelumnya memproyeksikan, tingkat kemiskinan pada 2020 di Indonesia meningkat sebesar 10,7 pada skenario ringan dan 11,6% pada skenario berat. Artinya, diperkirakan terdapat 5,5-8 juta orang miskin baru dari tahun sebelumnya.