Konflik Israel - Iran Bisa Perparah Inflasi dan Pelemahan Rupiah

Ferrika Lukmana Sari
16 April 2024, 08:07
Israel
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.
Warga memilih baju Lebaran di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Sabtu (30/3/2024). Mendekati Hari Raya Idulfitri 1445 Hijriah sejumlah pedagang mengaku mengalami kenaikan omset tiga hingga empat kali lipat dibandingkan bulan-bulan biasa akibat ramainya masyarakat yang berbelanja baju baru Lebaran.
Button AI Summarize

Sejumlah ekonom memperkirakan, konflik Israel - Iran akan berdampak terhadap kinerja ekonomi pada tahun ini, terutama berisiko mendorong lonjakan inflasi hingga pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). 

Ekonom Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat (LPEI) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teuku Riefky mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai risiko lonjakan inflasi akibat konflik Iran - Israel.

“Yang perlu diperhatikan adalah dari sisi inflasi. Kita tahu saat konflik pecah, arus barang terganggu, suplai terganggu, maka biasanya harga-harga akan naik,” kata Riekfy dikutip dari Antara, Selasa (16/4).

Dia merinci harga barang dan pangan kemungkinan besar akan meningkat. Selain itu, imported inflation atau inflasi yang berasal dari luar negeri juga berpotensi terjadi. “Ini yang perlu kita waspadai, di samping inflasi yang selama ini sudah terjadi di dalam negeri,” kata dia.

Senada, ekonom sekaligus mantan Menteri Riset dan Teknologi RI periode 2019 -2021 Bambang Brodjonegoro juga menyebut serangan Iran ke Israel pada Sabtu (13/4) malam juga dapat meningkatkan laju inflasi.

Selain itu, Bambang memprediksi adanya lonjakan inflasi yang dipengaruhi oleh tiga faktor utama baik dari internal maupun eksternal. Pertama, karena tingginya inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) yang masih menjadi faktor utama terhadap inflasi Indonesia.

Kedua, inflasi pada harga barang yang diatur pemerintah seperti bahan bakar minyak (BBM) serta liquefied petroleum gas (LPG). Ketiga, inflasi yang berasal dari luar negeri yang disebabkan kenaikan harga-harga di luar negeri, pelemahan rupiah serta gangguan distribusi global.

The Fed Masih Akan Tahan Suku Bunga Acuan

Bambang memperkirakan, bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed belum akan menurunkan suku bunga pada pertengahan tahun ini, karena tingkat inflasi di AS masih di atas target.

Pasca serangan Iran ke Israel, Bambang memprediksi The Fed akan mempertahankan suku bunga acuan lebih lama lagi. "Intinya secara eksternal memang kita akan menghadapi tantangan yang serius, dan ini yang bisa membuat rupiah menjadi tertekan," katanya.

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...