Jor-joran Utang Jumbo di Awal Tahun Memanfaatkan Banjir Dana Asing

Agustiyanti
8 Januari 2021, 20:22
Ilustrasi sovereign wealth fund
123RF.com/bee 32

"Fundamental ekonomi kita masih relatif baik. Inflasi terjaga rendah, current account sekarang surplus, pertumbuhan ekonomi walaupun masih negatif tapi menunjukkan perbaikan," kata Piter. 

Aliran modal asing diperkirakan akan deras masuk ke Indonesia pada awal tahun ini seiring potensi stimulus AS yang lebih besar. Presiden terpilih AS Joe Biden yang akan resmi menggantikan Donald Trump pada 20 Januari berjanji untuk menggelontorkan stimulus lebih besar mencapai US$ 3 triliun. Partai Demokrat yang kini menguasai Kongres dan Senat AS pun diyakini akan memuluskan rencana stimulus tersebut.

Utang Tahun Lalu Melonjak Rp 1.226,8 Triliun

Di sisi lain, menurut Piter, Indonesia memiliki kebutuhan pembiayaan yang besar mengingat belanja perlu didorong untuk menyelamatkan masyarakat dan ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19. Pemerintah mengalokasikan belanja negara pada APBN 2021 mencapai Rp 2.750 triliun dengan defisit anggaran mengecil menjadi 5,7% terhadpa PDB. 

Meski mengalokasikan anggaran belanja negara yang lebih besar tahun depan, pemerintah belum sepenuhnya menghitung kebutuhan belanja vaksin Covid-19. Pemerintah akan merealokasi anggaran untuk mengamankan kebutuhan dana vaksinasi bagi lebih dari 180 juta penduduk Indonesia dengan tetap menjaga defisit APBN 2021 sebesar 5,7% terhadap PDB.  

Namun, menurut Piter, pemerintah tak seharusnya fokus pada defisit anggaran. "Kita butuh pandemi berakhir dan perekonomian pulih sehingga masyarakat bisa kembali hidup normal dan tidak jatuh miskin. Karena itu, apabila diperlukan, defisit bisa saja lebih lebar," katanya. 

Pemerintah menargetkan pembiayaan utang sebesar Rp 1.177,4 triliun pada tahun ini, turun dibandingkan tahun lalu Rp 1.220,5 triliun.Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi pembiyaan utang tahun lalu melewati pagu yakni Rp 1.226,8 triliun. Padahal, defisit anggaran hanya mencapai Rp 953 triliun atau 6,09% terhadap PDB, berada di bawah target 6,34% terhadap PDB.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan pembiyaan utang dilaksanakan secara prudent, fleksibel, dan terukur dengan mengoptimalkan sumber pembiayaan yang paling efisien. “Dengan defisit yang meningkat tajam, pembiayaan jadi tantangan yang sangat besar,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa secara virtual, Rabu (6/1).

Pembiayaan utang melalui SBN neto tercatat tumbuh signifikan sebesar 163,8% dari realisasi tahun sebelumnya Rp 446,3 triliun. Angka itu juga melewati target Perpres 72 yang sebesar Rp 1.173,7 triliun. Sementara itu, realisasi pinjaman neto tumbuh negatif 667,7% dari tahun lalu yang negatif Rp 8,7 triliun. Penarikan pinjaman tersebut turut melampaui target 106,3% yang tercatat Rp 46,7 triliun.

Meski demikian, ia menyebut masih terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran Rp 234,7 triliun. Sri Mulyani menyebutkan sebagian dana SiLPA ditempatkan di perbankan karena tidak digunakan pada tahun lalu. "Itu tidak ditarik sebesar Rp 66,7 triliun di ebberapa Bank Himbara dan Bank Pembangunan Daerah," ujar dia.

Dana tersebut ditempatkan di perbankan agar bisa digunakan terlebih dahulu untuk penyaluran kredit sehingga diharapkan perekonomian bisa pulih dan pertumbuhan kredit kembali meningkat. Selain itu, sebagian SILPA yakni Rp 47,7 triliun digunakan untuk kebutuhan anggaran vaksinasi. 

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...