Porsi Asing Berkurang, Utang Pemerintah Menyusut Jadi Rp 6.687 Triliun
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan posisi utang pemerintah Rp 6.687,28 triliun per Oktober. Nilainya turun 0,4% dibanding bulan sebelumnya, seiring berkurangnya penerbitan surat berharga negara (SBN) valuta asing (valas) dan penarikan pinjaman.
Meski begitu, utang pemerintah naik 14% jika dibandingkan Oktober 2020 atau year on year (yoy).
Sedangkan pengurangan nilai utang secara bulanan mendorong penurunan rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto menjadi 39,69%.
"Posisi utang pemerintah pusat turun dibandingkan posisi utang akhir September Rp 24,24 triliun," demikian isi laporan APBN KiTA edisi November, dikutip Senin (29/11).
Penurunan ini disebabkan oleh penyusutan utang dari SBN Valas Rp 13,85 triliun dan pinjaman Rp 15,26 triliun. Di sisi lain, penarikan utang dari SBN domestik bertambah Rp 4,87 triliun.
Penyusutan dari sisi pinjaman mendorong kontribusi SBN. Utang pemerintah berbentuk SBN pun mencapai Rp 5.878,69 triliun atau 87,91% terhadap total.
Utang berbentuk SBN terdiri atas dua jenis, yakni SBN domestik dan SBN valas. Utang dari SBN domestik Rp 4.611,66 triliun, sementara valas Rp 1.267,03 triliun.
Pemerintah juga memiliki utang yang diperoleh dari pinjaman yakni Rp 808,59 triliun. Nilainya setara 12,09% terhadap total utang per Oktober.
Pinjaman pemerintah terbagi atas dua jenis, yaitu dalam dan luar negeri. Pinjaman luar negeri bersumber dari pinjaman bilateral, multilateral, dan bank komersial.
Sedangkan rincian nilai pinjaman pemerintah sebagai berikut:
- Pinjaman dalam negeri susut Rp 110 miliar menjadi Rp 12,41 triliun
- Pinjaman luar negeri yang turun Rp 15,15 triliun menjadi Rp 796,18 triliun
Penurunan signifikan utang pemerintah berbentuk pinjaman luar negeri dan penerbitan SBN valas menjadi salah satu strategi Kementerian Keuangan untuk mengurangi eksposur luar negeri terhadap utang pemerintah.
Keterlibatan kreditur domestik pun didorong. Ini terlihat dari utang berbentuk SBN domestik yang terpantau naik.
"Pengelolaan utang dalam komposisi utang SBN domestik akan dijaga oleh
pemerintah, sehingga tidak lebih kecil daripada utang dalam bentuk valas," demikian isi laporan.
Kendati demikian, pemerintah mulai menyetop penerbitan SBN domestik sejak awal November, sebagai strategi frontloading. Ini sejalan dengan membaiknya proyeksi outlook Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), optimalisasi likuititas dari Saldo Anggaran Lebih (SAL), serta rencana penerbitan SBN untuk skema SKB III dengan bank sentral akhir tahun ini.
Pemerintah melanjutkan kerja sama pembelian surat utang oleh Bank Indonesia (BI) melalui SKB III. Kerja sama ini berupa pembelian SBN Rp 215 triliun khusus tahun ini yang dijadwalkan pada November dan Desember.
Melalui kerja sama itu, pemerintah diuntungkan dalam hal utang diperoleh dengan bunga yang lebih rendah dari pasar. Sebagian bahkan berlaku bunga 0%.
"Peran pembiayaan dalam menghadapi extraordinary akan tetap dilakukan secara hati-hati dengan tetap memperhitungkan kemampuan bayar pemerintah, sehingga tidak akan membebani rakyat di masa mendatang," demikian isi laporan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan bahwa pembiayaan utang APBN anjlok 32,5% yoy per Oktober. Nilai pembiayaan utang pemerintah Rp 645,8 triliun.
"Dibandingkan tahun lalu Rp 943,5 triliun, ini merupakan penurunan yang sangat tajam. Kami masih dalam situasi Covid-19 tapi sudah bisa menurunkan pembiayaan utang yang signifikan," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTA edisi November, Kamis (25/11).
Realisasi pembiayaan utang tersebut baru 54,9% dari target tahun ini Rp 1.177,4 triliun. Penerbitan SBN turun 29,1% yoy menjadi Rp 668,7 triliun.
Pembiayaan utang dari pinjaman anjlok lebih dalam yakni 278,5% menjadi negatif Rp 22,9 triliun.