Rupiah Diramal Melemah Imbas Meroketnya Inflasi AS
Nilai tukar rupiah dibuka menguat 0,18% ke level Rp 14.347 per dolar AS di pasar spot pagi ini. Rupiah diramal berbalik melemah mendekati Rp 14.400 per dolar AS tertekan rilis data inflasi AS yang mendorong percepatan tapering off The Federal Reserve.
Mengutip Bloomberg, penguatan nilai tukar berlanjut hingga ke arah Rp 14.344 di pukul 09.15 WIB, kian menguat dari posisi penutupan akhir pekan lalu Rp 14.371 per dolar AS.
Mayoritas mata uang Asia lainnya juga menguat. Dolar Hong Kong 0,01%, dolar Singapura 0,02%, dolar Taiwan 0,03%, won Korea Selatan 0,25%, yuan Cina 0,13%, ringgit Malaysia 0,08% dan bath Thailand 0,2%. Sementara yen Jepang melemah 0,11% bersama rupee India 0,34%, sedangkan peso Filipina stagnan.
Analsi pasar uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto memperkirakan rupiah akan kembali tertekan ke arah Rp 14.387 per dolar AS, dengan potensi penguatan di kisaran Rp 14.340. Pelemahan terhadap nilai tukar tertekan oleh rilis data inflasi AS akhir pekan lalu yang menunjukkan berlanjutnya kenaikan harga-harga.
"Perkembangan inflasi AS terus naik, sehingga pasar masih akan menunggu hasil rapat pembuat kebijakan The Fed pekan ini untuk merespon kenaikan inflasi tersebut," kata Rully kepada Katadata.co.id, Senin (13/12).
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan Indeks Harga Konsumen (CPI) pada November yang mencatatkan inflasi 0,8% secara bulanan. Sementara inflasi tahunan mencapai 6,8%, rekor tertinggi sejak Juni 1982. Ini lebih tinggi dari perkiraan Dow Jones di 6,7%.
CPI komponen inti, tidak menghitung kenaikan harga makanan dan energi, mencatat inflasi 0,5% secara bulanan dan 4,9% secara tahunan, sesuai proyeksi Dow Jones. Kinerja ini juga merupakan kenaikan paling tinggi sejak pertengahan 1991.
Harga energi melonjak 33,3% secara tahunan dan 3,5% secata bulanan, khusus bensin sendiri mencatat lonjakan 58,1%. Inflasi di sektor makanan naik 6,1% secara taunan. Harga mobil dan truk bekas yang selama ini menyumbang kenaikan harga-harga juga masih meanjutkan inflasi tinggi sebesar 31,4% secara tahunan.
Pasar mengantisipasi kenaikan inflasi tersebut memicu bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) semakin dekat dengan kesepakatan untuk mempercepat tapering off. Gubernur The Fed Jerome Powell telah berjanji akan membahas percepatan tapering off The Fed ini dalam pertemuan pembuat kebijakan minggu ini.
The Fed sudah memulai tapering off berupa pengurangan pembelian aset sejak akhir bulan lalu. Tapering off dijadwalkan berakhir pada Juni 2022. Namun tekanan inflasi yang tinggi membuka peluang percepatan tapering off The Fed, sehingga kemungkinan pembelian aset bisa diakhiri lebih cepat.
Jika rencana ini disepakati, ini akan memberi ruang yang lebih luas bagi The Fed untuk menaikkan bunga acuannya lebih cepat. Pasar mengantisipasi kenaikan Fed Funds Rate kemungkinan dimulai paruh kedua tahun depan.
Dari dalam negeri, Rully mengatakan, perbaikan ekonomi domestik akan menahan pelemahan yang lebih dalam, terutama dari neraca perdagangan. "Investor masih cukup optimis terhadap prospek ekonomi dalam negeri, dan menunggu rilis data neraca perdagangan hari kamis besok," kata Rully.
Senada dengan Rully, analis pasar uang Ariston Tjendra juga memperkirakan rupiah akan terdepresiasi ke level Rp 14.380, dengan potensi penguatan di kisaran Rp 14.350 per dolar AS. Selain tertekan data inflasi, pelemahan juga dipengaruhi perbaikan data tenaga kerja AS yang juga dirilis akhir pekan lalu.
"Sebelumnya di hari Kamis pekan lalu, data klaim tunjangan pengangguran mingguan AS menunjukkan angka klaim yang terendah dalam lebih dari lima dekade, yang artinya semakin sedikit orang AS yang menganggur," kata Ariston kepada Katadata.co.id.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan jumlah pengajuan klaim baru pengangguran turun pada minggu yang berakhir pada 4 Desember 2021 menjadi 184 ribu klaim. Ini merupakan rekor klaim terendah dalam 52 tahun terakhir sejak awal September 1969 yang mencatat 182 ribu klaim
Data inflasi dan data perbaikan tenaga kerja tersebut akan menjadi bekal bagi The Fed untuk didiskusikan dalam pertemuan pembuat kebijakan mendatang. Ini juga makin memperkuat rencana percepatan tapering off.
Di sisi lain, Ariston juga mengatakan sentimen pasar terhadap aset berisiko terlihat positif. Ini terlihat dari indeks saham Asia bergerak menguat pagi ini, sehingga sentimen tersebut mungkin bisa menahan pelemahan nilai tukar rupiah.
Indeks Nikkei 225 Jepang menguat 1,05% bersama Shanghai SE Composite Cina 1%, Hang Seng Hong Kong 1,47%, Kospi Korea Selatan 0,8%, Taiex Taiwan 0,32%, Strait Times Singapura 0,47%, FTSE Bursa Malasyai KLCI 0,84%, dan PSEi Filipina 0,32%.