Rupiah Dapat Melemah ke Rp 14.400, Tertekan Potensi Naiknya Inflasi AS

Abdul Azis Said
10 Desember 2021, 09:59
nilai tukar rupiah, inflasi amerika, inflasi as
ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU
Pegawai menunjukkan mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Jumat (5/11/2021). Terdapat aksi jual neto sebesar Rp 2,79 triliun pada 8-12 November di pasar saham dan SBN.

Nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,11% ke level Rp 14.383 per dolar AS di pasar spot pagi ini. Pelemahan nilai tukar dipengaruhi penantian pasar terhadap data inflasi November Amerika Serikat (AS) yang diperkirakan akan kembali meroket.

Mengutip Bloomberg, meski dibuka melemah, rupiah berbalik menguat ke arah Rp 14.378 pada pukul 09.20 WIB. Namun ini belum kembali ke posisi penutupan kemarin Rp 14.367 per dolar AS.

Mayoritas mata uang Asia lainya juga ikut melemah seperti dolar Hong Kong 0,02%, dolar Taiwan 0,07%, won Korea Selatan 0,3%, peso Filipina 0,01%, rupee India 0,09%, ringgit Malaysia 0,1%. Sementara yen Jepang menguat 0,02%, dolar Singapura 0,03%, yuan Cina 0,15% dan bath Thailand 0,08%.

Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah akan kembali melemah ke arah Rp 14.400, dengan potensi penguatan di kisaran Rp 14.320 per dolar AS. Rupiah tertekan penantian pasar terhadap rilis data inflasi AS bulan November yang diramal kembali meningkat.

"Data inflasi konsumen AS sudah berada di atas 5% selama 6 bulan terakhir, jauh di atas target inflasi Bank Sentral AS (Federal Reserve/Fed) di 2%, ini menjadi bahan pertimbangan Fed untuk mengambil kebijakan moneter," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Jumat (10/12).

Wall Street memperkirakan inflasi Amerika pada bulan November, yang akan diumumkan pemerintah AS hari ini, Jumat (10/12), mencapai 6,7% secara tahunan, dengan inflasi inti mencapai 4,9%. Terakhir kali inflasi di Negeri Paman Sam mencapai level setinggi ini adalah pada masa pemerintahan Presiden Ronald Reagan, ketika AS tengah menghadapi resesi yang curam.

Jika perkiraan tersebut benar, ini akan menjadi level inflasi tertinggi sejak Juni 1982 yang mencapai 7%, walau masih jauh dari rekor tertinggi inflasi di Amerika yang mencapai lebih dari 14% pada Maret dan April 1980.

Data inflasi menjadi salah indikator bagi Fed untuk memperketat kebijakan moneternya. Fed sebenarnya telah memulai tapering off berupa pengurangan pembelian asetnya sejak akhir bulan lalu. Tetapi pasar mulai mengantisipasi tapering off dipercepat jika inflasi terus melonjak. Fed telah berjanji akan membahas rencana percepatan tapering pada pertemuan komite pasar terbuka federal (FOMC) pekan depan.

Sentimen tapering semakin diperkuat usai rilis data tenaga kerja Amerika terbaru yang menunjukkan adanya perbaikan. Data ini penting karena The Fed bukan hanya mencermati pergerakan inflasi, melainkan juga memasukan data ketenagakerjaan sebagai indikator untuk memperketat moneternya.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...