Sri Mulyani: CEO Dapat Fasilitas Private Jet Akan Kena Pajak Natura

Abdul Azis Said
14 Desember 2021, 15:56
sri mulyani, pajak, natura, pajak natura
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan akan selektif dalam mengenakan pajak natura.

Pemerintah akan mengenakan pajak atas natura atau tunjangan bukan uang yang diterima pekerja sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan pajak ini akan menyasar kelompok tertentu, terutama petinggi perusahaan yang memperoleh kendaraan dinas mewah seperti private jet.

"Kalau levelnya CEO tentu naturanya besar sekali. Misalnya kalau kendaraan dinasnya private jet, yang seperti itu yang pantasnya menjadi objek pajak," kata Sri Mulyani dalam acara Sosialisasi UU HPP yang digelar secara virtual, Selasa (14/12).

Sri Mulyani mengatakan, pengenaan pajak natura untuk mencerminkan asas keadilan. Kebijakan ini hanya akan diberlakukan bagi golongan tertentu yang memperoleh natura fantastis. Ia pjn memastikan berbagai perlengkapan kerja yang diperoleh karyawan seperti laptop dan handphone tidak akan kena pajak atas natura.

Selain dua perlengkapan kerja tersebut, pemerintah melalui UU HPP juga telah menetapkan lima jenis natura yang dikecualikan dari pengenaan pajak.

  1. Penyediaan makanan atau minuman bagi pegawai.
  2. Natura yang diberikan di daerah tertentu.
  3.  Natura yang diberikan karena keharusan pekerjaan, seperti alat keselamatan kerja atau seragam.
  4. Natura yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
  5. Baca Juga

"Kami akan sangat selektif dari sisi objek natura. Perlengkapan dari pekerjaan (laptop dan hp) itu tidak masuk dalam natura yang dipajaki," kata Sri Mulyani.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal sebelumnya menjelaskan, natura selama ini tidak dihitung sebagai pajak orang pribadi tetapi juga tidak menjadi pengurang pajak atau beban bagi perusahaan. Namun, menurut dia, perkembangan pajak korporasi yang kini tak lagi progresif membuat aturan ini merugikan pemerintah.

“Dulu tarif pajak orang pribadi dengan badan hampir sama. Sekarang ini berbeda, dan sebagian yang menerima natura ini mungkin masuk ke kelompok tarif 35%,” ujar Yon dalam Media Gatherting Ditjen Pajak di Denpasarawal bulan lalu.

Selain itu, Yon mengatakan cara perhitungannya belum difinalisasi. Namun ia mencotnohkan misalnya seorang CEO memperoleh fasilitas mobil atau rumah, nanti akan dihitung berapa sewa dan biaya penggantian sewajarnya. Nilai itu yang akan jadi penghasilan bagi orang pribadi dan beban bagi perusahaan yang dikenai pajak.

Pengenaan objek baru pajak penghasilan ini bersamaan dengan langkah pemerintah merubah beberapa ketentuan di dalam ketentuan PPh. Dalam UU HPP, pemerintah mengubah ketentuan bracket PPh menjadi lima jenis. Adapun bracket paling bawah diperlebar dari semula maksimal Rp 50 juta, kini menjadi Rp 60 juta. Sementara satu bracket yang baru yakni lapisan penghasilan kena pajak di atas Rp 5 miliar.

Meski begitu, perhitungan terhadap PPh tersebut akan tetap mengacu pada ketentuan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Sederhananya, penghasilan yang akan dikenai pajak merupaklan penghasilan yang telah dikurangi dari PTKP.

Adapun ketentuan PTKP ini tidak berubah yakni orang pribadi lajang penghasilan Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun, tambahan Rp 4,5 juta diberikan untuk orang pribadi yang sudah menikah, dan tambahan 4,5 juta jika terdapat tanggungan maksimal tiga orang.

Selain itu, pemerintah juga menetapkan tarif badan sebesar 22% yang berlaku mulai tahun depan. Pemerintah batal menurunkan pajak badan setelah sebelumnya berjanji memangkasnya menjadi 20% pada tahun depan.

Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...