CISDI Ingatkan Agar Tarif Cukai Minuman Berpemanis Tak 'Malu-malu'

Intan Nirmala Sari
17 September 2022, 19:26
cukai minuman berpemanis
ANTARA FOTO/Rony Muharrman
Pekerja menyusun aneka jenis minuman kaleng di salah satu grosir penjual makanan dan minuman kemasan di Pekanbaru, Riau, Senin (12/6).

Lembaga non-profit, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mengusulkan besaran cukai untuk minuman berpemanis dalam kemasan atau MBDK, yakni 20%. Implementasi angka tersebut diharapkan mampu menekan konsumsi masyarakat terhadap gula secara signifikan. 

Berdasarkan beberapa praktik dan studi di beberapa negara, seperti Amerika Latin, kenaikan cukai 20% bisa menurunkan konsumsi masyarakat terhadap MBDK sebanyak 24%. 

"Pengalaman cukai tembakau, kenaikan (cukai) 'malu-malu' tidak cukup untuk menurunkan konsumsi tembakau Indonesia. Kita enggak mau ketika implementasi (cukai MBDK), muncul narasi cukai tidak bisa menurunkan konsumsi," kata Direktur Kebijakan CISDI, Olivia Herlinda dalam acara Forum for Young Indonesians (FYI) bertajuk Dunia Tipu-Tipu Minuman Berpemanis dalam Kemasan, Sabtu (17/9).

Dia mengatakan 70% dari total 2.600 responden survei cepat yang dilakukan lembaga, menunjukkan tidak mengetahui batas aman mengonsumsi gula dalam minuman berpemanis kemasan. Hal itu menjadi pekerjaan rumah dan membutuhkan edukasi, serta intervensi komprehensif, salah satunya dari pemerintah.

Di samping itu, belum ada regulasi terkait iklan, promosi, dan sponsor untuk minuman berpemanis dalam kemasan atau MBDK. Padahal, pemerintah juga memiliki peran sebagai regulator untuk memberikan pilihan-pilihan baik kepada masyarakat, termasuk dalam hal konsumsi. 

"Beban kesehatan akan sangat tinggi, sehingga membutuhkan kebijakan radika. Kami melihat cukai menjadi kesempatan baik dan efekti menurunkan konsumsi (gula) drastis," ujar Olivia.

CISDI mengajak anak muda mendorong pemerintah membuat kebijakan yang melindungi kesehatan masyarakat. Salah satunya melalui penandatanganan petisi daring yang mendesak pemerintah memberlakukan cukai produk MBDK sebesar 20 %. Hingga Sabtu (17/9), lebih dari seribu orang telah menandatangani petisi tersebut.

Selain petisi, CISDI juga mendorong adanya representasi multi-stakeholder dan anak muda dalam proses regulasi cukai MBDK. Lembaga juga akan melakukan berbagai upaya meningkatkan kesadaran bahaya konsumsi MBDK.

Berdasarkan survei daring CISDI terhadap 2.605 responden menemukan, setidaknya 78% responden merasa minuman berpemanis memenuhi kriteria barang kena cukai. Riset yang sama menunjukan 80% responden atau setara 8 dari 10 orang sepenuhnya mendukung rencana pemerintah untuk mengenakan cukai pada setiap produk MBDK. Sementara itu, 85% responden mengaku akan mengurangi konsumsi MBDK jika pengenaan cukai mencapai 20%. 

Olivia juga menampik anggapan bahwa cukai MBDK mengganggu pemulihan ekonomi, karena berdampak pada kenaikan harga bahan pokok, serta tidak efektif mengurangi konsumsi. Menurutnya, dana yang terkumpul dari pengenaan cukai dapat bermanfaat bagi sektor-sektor lain, seperti pembiayaan promosi kesehatan di Tanah Air.

“Instrumen cukai bersifat cost effective (hemat biaya). Ia mampu menjalankan fungsi edukasi, pengendalian konsumsi, sekaligus berpotensi menambah pemasukan negara sehingga tidak menimbulkan banyak kerugian,” tutup Olivia.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu menyampaikan bahwa pihaknya bersama Kementerian Kesehatan telah mengkaji kelayakan MBDK terhadap kesehatan sejak 2018. Di mana, terdapat pergeseran penyebab kematian dari penyakit menular, menjadi tidak menular, serta kenaikan prevalensi diabetes dan obesitas.

"Sebenarnya pemerintah sudah aware dilihat dari undang-undang cukai penambahan yang diatur. Bahwa, kami sedang dalam penyusunan rancangan peraturan terkait penetapan MBDK untuk jadi barang kena cukai," kata Febrio.

Meskipun begitu, dia menambahkan kalau pemerintah masih menghitung seberapa besar dampaknya terhadap pihak-pihak terdampak, karena adanya pembebanan baru. Dia mengingatkan bahwa kenaikan penerapan cukai minuman berpemanis bukan hanya kenaikan harga untuk menekan konsumsi gula, melainkan juga respon industri.

"Sehingga, pengenaan cukai dapat merespon non price action, misal melakukan formulasi, hingga mengubah cara promosi," ujarnya.

Akhir tahun lalu, pemerintah sempat mematok target penerimaan Rp 3,4 triliun dari pengenaan cukai plastik dan MBDK. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani dalam Konferensi Pers APBN KiTA menyatakan bahwa pihaknya masih melihat secara seimbang kondisi aktual yang dihadapi pada 2022.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...