Rasio Pajak Era Jokowi di Kisaran 10%, Realistiskah Target Gibran 23%?

 Zahwa Madjid
28 Desember 2023, 06:34
rasio pajak, tax ratio, BPN, gibran
Katadata
Capres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka menyebut target rasio pajak 23% dapat dipenuhi dengan mendirikan BPN.

Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka memasang target rasio pajak terhadap produk domestik bruto atau tax ratio mencapai 23%. Target ini terbilang ambisius karena mencapai lebih dari dua kali lipat dari target pemerintah dalam APBN 2022. Realistis kah?

Target Gibran menggelitik lawannya, Mahfud MD dalam debat cawapres pada akhir pekan lalu. Mahfud menilai target paslon nomor urut 2 ini tak masuk akal. "Dalam visi dan misi Anda disebut kalau rasio pajak dinaikkan menjadi 23 persen. Dalam simulasi kami angka itu hampir tidak masuk akal," ujar Mahfud.

Ia membandingkan rasio pajak saat ini yang hanya mencapai 10% dengan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5%. 

Menjawab kritik Mahfud, Gibran menyakinkan bahwa target tersebut dapat tercapai dengan rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara atau BPN yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. Badan ini nantinya dibentuk dari peleburan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai yang saat ini berada di bawah Kementerian Keuangan. 

Apakah target rasio pajak Prabowo - Gibran realistis?

Target rasio pajak yang diusung Prabowo dan Gibran terbilang ambisius. Dalam lima tahun terakhir, pemerintahan Presiden Joko Widodo hanya mampu mencapai rasio pajak 9%-10%, bahkan hanya di kisaran 8% pada 2020 saat pandemi Covid-19. Rasio pajak saat pandemi merupakan yang terendah dalam setengah abad terakhir. 

Kondisi lima tahun sebelumnya pun tak jauh berbeda. Rasio pajak pada lima tahun pertama pemerintahan Presiden Jokowi justru mengalami tren penurunan. Rasio pajak tertinggi terjadi pada 2015, tahun pertama Jokowi memimpin pemerintahan secara penuh yakni mencapai 10,76%, turun dibandingkan 2014 sebesar 10,85%.

Rasio pajak Indonesia merupakan salah satu yang terendah di antara negara anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau OECD. Rasio pajak Indonesia bahkan tak lebih baik dibandingkan Pakistan yang menghadapi krisis ekonomi.

Capaian rasio pajak di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebenarnya lebih baik, tetapi masih jauh dibandingkan target yang ingin dicapai Prabowo-Gibran. Rasio pajak tertinggi selama satu dekade kepemimpinan SBY hanya mencapai 13,3% pada 2008 saat terjadi booming harga komoditas. 

Rasio pajak pada tahun 2008 juga merupakan yang tertiggi dalam hampir seperempat abad atau sejak 2001. 

Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis Fajry Akbar menilai, target rasio pajak sebesar 23% mustahil tercapai dalam lima tahun kepemimpinan. Ia menilai target rasio pajak kedua pasangan capres - cawapres lainnya lebih realistis dan mampu dicapai. 

Pasangan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar menargetkan rasio pajak mencapai 13%-16% sepanjang 2024-2029 jika terpilih. Ganjar Pranowo - Mahfud MD juga menargetkan rasio pajak yang tak jauh berbeda sebesar 14% hingga 16%. 

“Yang dapat dilakukan dalam jangka pendek adalah dengan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi,” ujar Fajry kepada Katadata.co.id, Rabu (27/12). 

Ia menilai, rencana kedua pasangan capres, yakni Prabowo - Gibran dan Anies - Cak Imin untuk membentuk Badan Penerimaan Nergara tak diperlukan. Dalam dokumen visi misinya, target 23% yang dimaksud Gibran adalah rasio penerimaan negara terhadap PDB. Keduanya tak menjelaskan lebih lanjut upaya untuk mengerek penerimaan negara selain membentuk BPN. 

Sementara itu, pasangan Anies - Cak Imin juga sempat menyuarakan pajak yang lebih tinggi untuk kelompok orang kaya. Cak Imin dalam debat capres menyinggung kekayaan 100 orang terkaya Indonesia yang melampaui 100 juta penduduk. Di sisi lain, pasangan Ganjar - Mahfud tak mengusulkan pendirian BPN, hanya mengusung perbaikan administrasi perpajakan untuk mengerek rasio pajak.

Fajry menilai, tak perlu muluk-muluk mendirikan BPN karena justru dapat menjadi masalah baru. Pemerintah hanya perlu melanjutkan reformasi perpajakan yang telah berlangsung. 

Ia mencontohkan langkah membangun core tax system yang telah dilakukan DJP saat ini. Beberapa ketentuan penting dalam Undang Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) juga masih perlu dilanjutkan, seperti anti-tax avoidance.

“Lalu melanjutkan reformasi birokrasi di tubuh DJP, penguatan SDM, semua itu lebih penting dibanding membentuk BPN,” ujar Fajry.

Fajry menilai ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah selain pembentukan BPN dalam menaikkan rasio pajak dalam kurun waktu lima tahun, seperti melanjutkan reformasi birokrasi dan administrasi.

“Reformasi regulasi, kurangi insentif pajak atau perlakuan khusus yang tidak tepat sasaran. Coba cek laporan belanja perpajakan kita, angkanya lebih dari Rp300 triliun tapi pengurangan tersebut tidak bisa dilakukan secara seketika,” ujar Fajry.

Langkah untuk menaikkan tax ratio juga dapat dilakukan dengan mengatasi praktik penghindaran perpajakan.

“Ini sedang jalan ya, baik melalui UU HPP dan konsensus pajak global. Intinya semua butuh waktu,” ujar Fajry.

BPN Tak Mampu Kerek Tax Ratio

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai juga Badan Penerimaan Negara yang langsung dibawah presiden akan akan membuat badan tersebut terlampau kuat. Hal tersebut, menurut dia, justru mengkhawatirkan.

“Sekarang di bawah Kemenkeu plus ada BPK saja mereka masih bisa “bermain". Apalagi nanti jadi badan sendiri? Saya tidak melihat spirit pendirian BPN ini sebagai langkah mengurai masalah korupsi di bidang penerimaan negara,” ujar Nailul.

Ia menilai BPN hanya akan menjadi beban bagi pemerintahan selanjutnya. Bahkan Nailul mengatakan BPN hanya memperkecil biaya pengumpulan pajak serta efisiensi perpajakan, tetapi tidak menyelesaikan masalah korupsi dan kebocoran penerimaan.

“Makanya pendirian BPN tidak serta merta langsung dapat menaikkan tax ratio,” ujar Nailul.

Reporter: Zahwa Madjid
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...