Perbedaan Tarif Pajak Hiburan Baru Vs Lama yang Diprotes Inul

Ferrika Lukmana Sari
17 Januari 2024, 06:05
Pajak
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/YU
Pendangdut Inul Daratista beraksi pada acara "Pestapora 2022" di Gambir Expo Kemayoran, Jakarta, Jumat (23/9/2022). Dalam acara tersebut Inul membawakan sejumlah lagu seperti Buaya Buntung, Masa Lalu, dan Goyang Inul.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Sejumlah pengusaha protes terhadap penetapan pajak hiburan yang dinilai terlalu tinggi. Mereka adalah penyanyi Inul Daratista, pengacara Hotman Paris, pengusaha spa hingga pengusaha di sektor pariwisata.

Dalam unggahan Instagram terbarunya, Inul mengeluh kenapa pajak hiburan tetap dikenakan 40%. Apalagi, dia punya bisnis karaoke Inul Vizta yang mempekerjakan 5.000 orang pegawai. 

"Kalau total pajak 40% ngambil dari pajak F&B plus room tax dan lainnya. Tamunya enggak menjerit pak? Terus, bayar listrik, [gaji] pegawai dan lain-lain pake kelereng, kalau mau ya okelah," tulis Inul dalam akun @Inul.d dikutip Rabu (17/1).

Selain itu, dia juga cemas menunggu keputusan judicial review atau uji materi atas undang-undang (UU) Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) di Mahkamah Konsitusi (MK).

"Semoga palu MK, palu keadilan, bukan palu bikin buntung kaya lagu saya buaya buntung. Di kaji ulang, ulang dan ulang sampai dapat hasilnya. Kalau tetep ketemu [pajak] 40%, siap-siap tutup," kata Inul.

Jika tetap dibebankan pajak 40%, Inul terpaksa akan menutup outlet karaoke miliknya. Imbasnya, ribuan pegawai bersama keluarganya tidak bisa mendapat pemasukan untuk membiayai makan sehari-hari.

"5.000 pegawai plus anak dan istrinya yang ikut makan gajinya, total 20.000 orang yang enggak bisa makan. Aku ya mumet, 17 tahun berjuang cuma bisa kasih makan, untuk dapat cuan tidak ada," ujarnya.

Lalu, Bagaimana Pengaturan Pajak Hiburan?

Sebelumnya, pungutan pajak hiburan sudah diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah. Sehingga, ini bukan merupakan jenis pajak baru.

Yang membedakan, dalam aturan lama, pemerintah tidak menetapkan batas bawah tarif pajak hiburan dan hanya mengenakan batas atas untuk jenis hiburan khusus sebesar 75%.

Jenis hiburan khusus yang dimaksud adalah pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan spa.

Selain itu, dalam aturan lama, tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35%. Khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan pajak paling tinggi 10%.

Baru kemudian ada penyempurnaan aturan melalui undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Dalam aturan tersebut, tarif pajak hiburan yang ditetapkan paling tinggi akhirnya turun, dari 35% menjadi 10%.

"Semula (pajak hiburan) 35% tarif tertingginya, [sekarang] pemerintah patok enggak boleh tinggi-tinggi, maksimal 10%," kata Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu, Lydia Kurniawati Christyana di Jakarta, Selasa (16/1).

Pemerintah juga menambahkan batas bawah pajak hiburan khusus sebesar 40%. Dengan begitu, kebijakan pajak daerah sebesar 40% hingga 75% hanya berlaku untuk diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Jenis Hiburan yang Dikenakan Pajak 10%

Sementara itu, ada 11 jenis pajak hiburan lain yang dikenakan pajak maksimal 10% sesuai UU HKPD. Hal ini sesuai dengan Pasal 55 ayat (1).

  1. Tontonan film atau bentuk tontonan audio visual
  2. Pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana
  3. Kontes kecantikan
  4. Kontes binaraga
  5. Pameran
  6. Pertunjukan sirkus, akrobat dan sulap
  7. Pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor
  8. Permainan ketangkasan
  9. Olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran.
  10. Rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang
  11. Panti pijat dan pijat refleksi.

Namun ada 3 yang dikecualikan dari pajak hiburan yang dimaksud pada ayat (1). Pertama, jasa kesenian dan hiburan yang semata-mata untuk promosi budaya tradisional dengan tidak dipungut bayaran.

Kedua, kegiatan layanan masyarakat dengan tidak dipungut bayaran. Ketiga, bentuk kesenian dan hiburan lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah (Perda). 

Reporter: Zahwa Madjid, Antara

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...