Seminggu Jelang Pilpres, Rupiah Dibuka Menguat Rp 15.718 per Dolar AS
Seminggu jelang Pemilihan Presiden (Pilpres), rupiah dibuka menguat Rp 15.718 per dolar AS pada Rabu pagi (7/2). Namun rupiah berpotensi melemah imbas sejumlah sentimen dari domestik maupun global.
Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong memperkirakan, rupiah secara umum akan tertekan oleh faktor Pilpres 2024. Imbasnya, investor masih wait and see sampai Pilpres usai.
"Kekhawatiran investor akan mereda, apabila tidak terjadi keributan dan sengketa dari hasil Pemilu nanti. Sehingga potensi modal asing lari [ke negara lain] bisa aja, namun saat ini belum diharapkan,"kata
Lukman kepada Katadata.co.id, Rabu (7/2).
Selain itu, investor juga mengantisipasi kinerja cadangan devisa Indonesia yang akan dirilis Bank Indonesia (BI) pada hari ini. Cadangan devisa merupakan indikator moneter untuk menunjukkan kuat atau lemahnya fundamental ekonomi suatu negara.
Proyeksi Rupiah Hari Ini
Dengan berbagai tantangan itu, Lukman memperkirakann Rupiah akan terjaga di level Rp 15.700 sampai Rp 15.800 per dolar AS sampai penutupan hari ini.
Tak jauh berbeda, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memprediksi pergerakan rupiah di kisaran Rp 15,650 sampai Rp 15.800 per dolar AS, sejalan dengan ketidakpatian global yang masih tinggi.
Pada Selasa (6/2), rupiah diperdagangkan lebih lemah sebesar 0,16% menjadi 15.730 per Dolar AS, seiring pernyataan dari pejabat bank sentral AS (The Fed) dan data sektor jasa AS yang mengurangi kemungkinan pemotongan Fed Funds Rate yang lebih cepat.
"Pelemahan rupiah kemudian dikurangi oleh sentimen risiko dari Cina, di mana pemerintah Cina melakukan intervensi di pasar saham," kata Josua.
Analis sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi juga hampir sama. Dia memperkirakan rupiah masih akan fluktuatif atau naik turun namun ditutup melemah direntang Rp 15.710 - Rp 15.770 per dolar AS.
Ibrahim mencatat, perdagangan Selasa sore (6/2), membuat rupiah ditutup melemah 22 poin dan sempat melemah 30 poin di level Rp 15.730 dari penutupan sebelumnya di level Rp 15.708.
The Fed Masih Bayangi Sentimen Rupiah
Josua menyampaikan, bahwa Indeks Dolar AS turun sebesar 0,26% menjadi 104,18 setelah beberapa pejabat The Fed menegaskan arah suku bunga kebijakan ke depan.
"Pejabat the Fed kembali menjelaskan bahwa mereka tidak akan terburu-buru untuk menurunkan suku bunga kebijakan, serta menekankan perlunya mengatasi risiko inflasi yang masih berlanjut," kata Josua.
Gubernur Federal Reserve Cleveland, Loretta Mester misalnya, menegaskan kemungkinan pemotongan suku bunga kebijakan dalam tahun ini jika ekonomi AS sejalan dengan harapan tetapi dia enggan menyebutkan waktu spesifik untuk menurunkan suku bunga.
"Hal ini menunjukkan [The Fed] tidak ada terburu-buru untuk melakukan pemotongan [suku bunga] tersebut," ujar Josua.
Selain itu, para invetor juga akan terus menganalisis berbagai laporan pendapatan dari perusahaan-perusahaan besar AS dan mencermati pernyataan pejabat The Fed untuk mengetahui arah kebijakan ke depan.
Sementara bagi Ibrahim, pasar mulai memperhitungkan kemungkinan penurunan suku bunga lebih awal oleh The Fed. Sebab, suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama mengurangi daya tarik terhadap aset-aset yang lebih berisiko.
"Hal ini dapat memberikan imbal hasil tinggi, dan juga membatasi aliran modal asing ke pasar regional," kata Ibrahim.
Menurut Ibrahim, komenter Ketua The Fed Jerome Powell pada Minggu malam, menegaskan kembali pesan The Fed terkait ketahanan perekonomian AS dengan memberi lebih banyak ruang bagi bank untuk menjaga kebijakan moneternya tetap ketat.
Hal ini menyebabkan sebagian besar pedagang berspekulasi bahwa The Fed akan mulai memangkas suku bunga pada Maret atau Mei 2024. Perangkat CME Fedwatch menunjukkan 83% peluang The Fed akan mempertahankan suku bunga stabil di bulan Maret.
"Kemudian 35% kemungkinan The Fed akan mempertahankan suku bunga yang stabil di bulan Mei, naik secara substansial dari peluang 9,9% yang terlihat pada Minggu lalu," ujarnya.