Potensi PHK Massal, DPRD DKI Jakarta Minta Pajak Hiburan Dikaji Ulang
Selain itu, kata dia, pemberlakuan besaran pajak tersebut pada dasarnya membawa pengaruh positif terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Kota Jakarta. “Jadi saya kira, harus ditinjau ulang. Artinya dicari pos-pos yang bisa dipajakin. Jadi pendapatan atau perusahaan yang memang konsumennya itu menengah ke atas,” ujar Taufik.
Akan Membuat Usaha Gulung Tikar
Diberitakan sebelumnya, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia atau PHRI berencana tidak mengindahkan pajak hiburan dengan tarif baru atau menjadi 40% sampai 75%. Hal tersebut merupakan konsekuensi implementasi Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 yang berlaku awal tahun ini.
Ketua Umum GIPI, Hariyadi Sukamdani berargumen, pajak tersebut akan membuat usaha diskotek, karaoke, klub malam, bar, dan spa domestik gulung tikar. Sebab, dasar perhitungan pajak tersebut adalah pendapatan kotor, sedangkan pendapatan bersih kelima usaha tersebut rata-rata hanya 10% dari pendapatan kotor.
"Kami akan menerbitkan surat edaran kepada usaha yang terdampak pajak hiburan baru yang intinya mengimbau mereka mengikuti tarif pajak hiburan yang lama," kata Haryadi di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu (7/2).
Haryadi menekankan, langkah tersebut bukan bentuk mengemplang pajak. Namun perlu dilakukan agar pengusaha di industri hiburan bisa bertahan sampai pemerintah daerah menggunakan diskresi pemberian insentif pajak hiburan.
Untuk diketahui, Kementerian Dalam Negeri telah menginstruksikan kepala daerah untuk memberikan insentif pajak hiburan hingga 40%. Hal tersebut sejalan dengan Pasal 101 UU No. 1 Tahun 2022.