Sri Mulyani Sebut RI Kesulitan Kerek Rasio Pajak, Apa Sebabnya?
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Indonesia kesulitan mengerek rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB). Saat ini baru sekitar 53% perekonomian negara yang mengandalkan pajak. Di sisi lain, penerimaan pajak RI pun rendah.
"Kita tahu, Indonesia masih berjuang untuk memperbaiki rasio pajak," ujarnya dalam acara Mandiri Investment Forum di Jakarta, Selasa (5/3). "Lebih dari 47% perekonomian kita tidak termasuk dalam basis pemungutan pajak."
Kondisi ini terjadi karena banyak kebijakan yang membebaskan kegiatan perekonomian dari perpajakan alias pemberian insentif. Tak hanya itu, pemerintah juga memberikan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) kepada para pekerja informal yang mendominasi negara ini.
"Jadi bukan hanya karena informalitas perekonomian, tapi juga banyaknya pembebasan pengenaan pajak atas kegiatan ekonomi," kata Sri Mulyani.
Dalam presentasinya, ia memaparkan rasio pajak pada 2019 mencapai 9,77% dari PDB. Akibat pandemi Covid-19, angkanya turun ke 8,32% di 2020. Setelah itu, rasionya naik menjadi 9,12% pada 2021, 10,39% di 2022, dan 10,21% pada 2023.
Dari angka-angka tersebut, rasio pajak dapat pulih usai pandemi. "Defisit (anggaran) juga mengecil sehingga mampu menurunkan ke level yang mendekati keseimbangan primer, menikmati yang positif atau surplus. Ini pertama kalinya dalam 12 tahun anggaran kita," ucapnya.