7 Dampak Buruk Konflik Iran - Israel Terhadap Ekonomi RI

Ferrika Lukmana Sari
19 April 2024, 02:38
Israel
Bank Dunia
Button AI Summarize

Ketegangan geopolitik di Timur Tengah diperkirakan akan memberi dampak besar terhadap perekonomian di tanah air. Sejumlah ekonom bahkan telah mewanti-wanti dampak konflik Israel - Iran akan mulai terasa pada tahun ini.

Sebab, konflik Iran dan Israel berpotensi mengganggu momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia karena dapat memicu kenaikan harga energi dan inflasi. Hal ini cukup beralasan karena Iran merupakan salah satu produsen minyak terbesar di dunia.

Jika pasokan minyak dari Iran terganggu, maka harga minyak dunia akan melonjak dan berimbas pada pelebaran subsidi energi serta pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Bahkan dampak ekonomi yang akan dirasakan Indonesia sampai pada sektor perdagangan hingga investasi. Maka tak heran, jika konflik ini terus memanas, akan memberi efek bola salju atau meluas ke berbagai sektor.

Katadata pun merangkum tujuh dampak buruk konflik Iran - Israel terhadap ekonomi di Indonesia. Berikut penjelasannya:

1. Harga Minyak Dunia Melonjak

Direktur CELIOS Bhima Yudhistira memperkirakan konflik Iran - Israel akan memicu lonjakan harga minyak mentah ke level US$ 85,6 per barel atau meningkat 4,4% secara tahunan (yoy).

Sebagai negara penghasil minyak ke-7 terbesar di dunia, produksi dan distribusi minyak Iran bisa terpengaruh. Harga minyak yang melonjak berimbas pada pelebaran subsidi energi hingga pelemahan kurs rupiah lebih dalam.

“Bagi APBN, ada kemungkinan penambahan belanja subsidi energi tahun ini atau dikhawatirkan bbm subsidi akan disesuaikan harga dan kuotanya,” ujar Bhima kepada Katadata.co.id, Rabu (17/4).

Dari sisi penerimaan negara, kata Bhima, belum tentu kenaikan harga minyak menguntungkan APBN karena berbagai harga komoditas lain justru anjlok.

Untuk itu, Ekonom CORE Yusuf Manilet meminta pemerintah melakukan penyesuaian anggaran subsidi dan juga melakukan penyesuaian harga BBM mengikuti harga keekonomian. “Ketika itu terjadi, maka anggaran untuk belanja APBN akan mengalami perubahan,” ujarnya.

2. Investasi Asing Surut

Tak hanya kenaikan harga minyak, Bhima memprediksi aliran investasi asing bisa keluar dari negara berkembang, seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya risiko geopolitik di Timur Tengah.

“Investor juga mencari aset yang aman baik berupa emas dan dolar AS sehingga rupiah bisa saja melemah hingga Rp 17.000 per dolar AS,” ujarnya.

Menurut Yusuf, kondisi ini cukup beralasan, karena investor mencari instrumen investasi yang relatif aman dan minim risiko. Sehingga instrumen keuangan di pasar negara berkembang bisa ikut berdampak.

“Indonesia tentu akan ikut terdampak dari sisi pasar keuangan sehingga secara tidak langsung, akan memberikan dampak terhadap imbal hasil yang akan ditawarkan pemerintah dalam meraup dana dari penerbitan surat utang,” ujarnya.

3. Kinerja Ekspor Melemah

Bhima juga memperkirakna, kinerja ekspor Indonesia ke Timur Tengah, Afrika dan Eropa akan terganggu. Pelemahan ekspor ini tentu berdampak pada banyak hal.

Salah satunya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang terus melemah. “Pertumbuhan ekonomi akan melambat di kisaran 4,6%-4,8% pada tahun ini,” ujarnya.

Halaman:
Reporter: Zahwa Madjid
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...